environment

environment

Gg1

Selasa, 21 Desember 2010

Waspadai, Obat Osteoporosis Diduga Tingkatkan Risiko Kanker Esofagus

Republika OnLine » Gaya Hidup » Info Sehat
Waspadai, Obat Osteoporosis Diduga Tingkatkan Risiko Kanker Esofagus
Jumat, 03 September 2010, 12:25 WIB
http://www.republika.co.id/berita/gaya-hidup/info-sehat/10/09/03/133358-waspadai-obat-osteoporosis-diduga-tingkatkan-risiko-kanker-esofagus
Waspadai, Obat Osteoporosis Diduga Tingkatkan Risiko Kanker Esofagus
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--Orang-orang yang rajin mengonsumsi obat untuk penguat tulang selama beberapa tahun, bisa jadi mengalami sedikit peningkatan risiko terserang kanker esofagus atau kerongkongan, demikian menurut sebuah studi terbaru. Penemuan itu sangat berkebalikan dengan studi lain baru-baru ini yang juga menggunakan basis data sama yakni 80 ribu pasien yang disimpulkan tak memiliki kaitan antara obat penguat tulang dengan kanker kerongkongan.

Studi itu telah diterbitkan bulan lalu di Jurnal Asosiasi Medis Amerika. Pengagas studi terbaru itu menyatakan mereka telah melacak jejak rekam para pasien dua kali lebih lama--hampir delapan tahun.

Dalam studi itu, periset Inggris memulai dengan 3.000 orang dengan kanker kerongkongan dan mencocokan setiap pasien dengan lima orang serupa yang tidak memiliki penyakit tersebut. Sembilanpuluh dari grup pasien kanker dan 345 orang dari kelompok pembanding telah lama mengonsumsi resep obat pil penguat tulang bernama Bisfosfonat. Obat-obat tersebut dijual dengan merek Fosamax, Actonel, Boniva dan beberapa merek lain yang secara luas digunakan setela menopause demi mencegah atau merawat kondisi pengeroposan

Secara normal, risiko mengembangkan kanker esofagus atau kerongkongan terjadi pada orang-orang pada usia 60 tahun hingga 79 tahun dengan rasio 1 banding seribu. Namun, berdasar perkiraan periset, akibat penggunaan obat-obat tersebut sekitar lima tahun, ternyata meningkatkan rasio risiko 2 : 1.000 orang.

Mereka juga memeriksa dan meneliti sekitar 10 ribu orang dengan kanker usus dan 2.000 orang pasien kanker perut. Hasilnya tak ditemukan peningkatan risiko terhadap kedua kanker dengan konsumsi obat penguat tulang tersebut.

Menurut ahli epidemiologi dari Universitas Oxford, sekaligus salah satu periset, Jane Green, kanker kerongkongan bukanlah kanker yang umum terjdi. "Meski ada peningkatan risiko hingga dua kali masihlah dihitung sangat kecil," ujarnya.

Kemungkinan mengembangkan kanker kerongkongan setelah mengosumsi obat penguat tulang, dikenal sebagai bisfosfonat, jauh lebih kecil ketimbang pemicu lain seperti obesitas, kebiasaan merokok dan menenggak alkohol.

Namun yang patut diwaspadai, kanker jenis ini kerap diketahui terlambat. Seperti yang terjadi pada aktor Michael Douglas, yang kini dinyatakan memiliki angka harapan hidup rendah.

Green mengatakan penemuan itu tak lantas menyarankan pasien untuk menghentikan pemakaian obat osteoporosis. Namun, ia menambahkan, penggunaan obat tersebut harus dipantau dari dekat.

Orang-orang kini lebih banyak diberi resep atau menggunakan bisfosfanat dan kita tak cukup tahu bagaimana efek dari penggunaan jangka panjang," ujarnya. Pil tersebut memang memiliki beberapa efek samping seperti radang-hingga luka pada tenggorokan, menimbulkan sakit bagian perut dan detak jantung tak normal.

Para pakar pun tak cukup yakin mengapa obat tersebut berpotensi memicu kanker kerongkongan. Namun pill dapat menyebabkan radang tenggorokan diduga membuat kanker menjadi sangat mungkin terjadi.

Administrasi Obat dan Makanan (FDA) di AS juga telah menerima laporan beberapa puluh orang yang mengaku terserang kanker kerongkongan setelah mereka mengonsumsi pil osteoporosis. Namun, sejauhi ini belum ada bukti langsung bahwa obat memang menyebabkan kanker.

Kemungkinan efek negatif pada kerongkongan harus diperhatikan dokter yang memberi resep obat-obat tersebut demi mempertimbangkan risiko dan keuntungan," demikian tulis ahli epidemiologi di FDA, Diane K. Wysowski, yang menyertai laporan keluhan tersebut.

Diane mengatakan pasien harus mengonsumsi obat dengan hati-hati, seperti meminum satu gelas air penuh sebelum makan dan tidak berbaring minimal 30 menit sesudahnya.

Dokter harus memberi tahu pasien agar menyampaikan keluhan kesulitan menelan atau seputar kerongkongan, dada dan ketidaknyamanan area pencernaan, sehingga mereka bisa mengevaluasi termasuk menyarankan untuk menghentikan penggunaan obat tersebut," demikian tulisan Diane.



Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Sumber: AP

Tidak ada komentar: