Natural Herbal Alternatives for an Overactive Bladder
http://www.thenaturalbladder.com/p4d5.html
A variety of herbs have both direct and indirect effects upon the bladder. They possess a successful track record as integral components of ancient traditional formulations. These formulations have treated generations of people suffering from urgency, frequent urination, and incontinence.
Alpinia oxyphylla: Alpinia oxyphylla is a member of the ginger family and is known in Chinese herbal medicine as Yi Zhi Ren. It has a long history as a component of a formula used for centuries to control frequent urination and loss of bladder control. It contains an aromatic oil thought to have anti-inflammatory effects. Alpinia oxyphylla is also used in the treatment of nausea, vomiting and diarrhea.
Cornus officinalis: Cornus officinalis is grown in several parts of China and is also known as Asiatic dogwood and in Chinese herbal medicine as Shan Zhu Yu. It has been used for generations to treat a variety of ailments including excessive urination and incontinence. It has also been used in the treatment of prolonged or heavy menstrual bleeding. The herb contains cornin, ursolic acid, morroniside, gallic acid, provitamin A and a variety of minerals. It is also believed to support the bodyÆs immune respo
Schisandra chinensis: Schisandra chinensis has a prominent and lengthy history in Chinese medicine. Also known as Wu Wei Zi, it is a member of the adaptogen family, a group of compounds that help balance bodily functions. Schisandra has been used in conjunction with alpinia oxyphylla to strengthen formulas used to stop frequent urination. It also has been used extensively to promote energy and alleviate exhaustion. Schisandra contains the lignans schizandrin, wuweizisu C and gomisin A, along with essential
Panax ginseng: Panax ginseng is indigenous to Eastern Asia and is cultivated in China, Korea and Japan. It has been a part of Chinese medicine for over 2,000 years. The primary constituents are steroidal glycosides known as ginsenosides. They are believed to increase energy, counter the effects of stress, and enhance intellectual and physical performance. Other constituents include the panaxans, which help lower blood sugar, and the polysaccharides, which support immune function. Panax ginseng has been use
Valeriana officinalis: Valeriana officinalis, also known as valerian, has been used for thousands of years as a calmative for a variety of disorders. Over the past three decades it has been the subject of extensive study. It contains a variety of constituents including esters known as valepotriates and valerenic acid. The Greek physician Dioscorides recommended it for medical problems including urinary tract disorders. It relaxes both smooth and skeletal muscle and is used for acute muscle spasms. It is fe
Passiflora incarnata: Passiflora incarnata is a Brazilian herb rich in alkaloids and flavone glycosides. It has a history of use by Native Americans as for conditions associated with inflammation. It is felt to have anti-spasmodic effects and is often used in conjunction with valeriana officinalis.
Taking each of these herbs individually, in the correct amounts and ratios, would be extremely difficult. Luckily, you don't have to. Through extensive scientific research and study, The Natural Bladder developed a proprietary blend of these same herbs and two crucial amino acids, carefully blended into a single all natural preservative free caspsule. Bladder-ControlÖ is specifically formulated and tested with these crucial findings in mind. The ingredients aid the body in the production of Nitric Oxide. T
Bladder-Control™
Minggu, 21 Agustus 2011
Membedakan Nyeri Dada dan Serangan Jantung
Membedakan Nyeri Dada dan Serangan Jantung
Irna Gustia - detikHealth
http://www.detikhealth.com/read/2011/08/21/082405/1707597/763/membedakan-nyeri-dada-dan-serangan-jantung?l991101755
img
(FOTO: THINKSTOCK)
Jakarta, Saat mengalami nyeri dada, kebanyakan orang takut itu serangan jantung yang membahayakan. Padahal gejala serangan jantung tidak selalu di dada karena ada beberapa gejala yang menemaninya. Nyeri dada juga bisa karena masalah lain. Bagaimana membedakan nyeri dada karena serangan jantung atau gangguan lain?
Dokter Rob Lamberts seperti dilansir housecalldoctor, Minggu (21/8/2011) mengatakan orang perlu membedakan kapan nyeri dada itu serius karena serangan jantung atau penyakit lain.
Jika nyeri dada mengarah ke serangan jantung maka harus dilakukan tindakan cepat pertolongannya untuk mencegah kerusakan otot jantung yang bisa terjadi dalam beberapa jam yang berujung pada kematian.
Dokter Lamberts mengatakan untuk gejala serangan jantung, kata yang tepat sebenarnya bukan nyeri dada tetapi sensasi di dada. Sensasi ini terasa tidak enak seperti perasaan berat saat bernapas, perasaan dingin di dada atau sesak napas.
Menurutnya hampir sepertiga pasien serangan jantung tidak merasakan nyeri dada. Tapi gejala sebenarnya sudah dirasakan jauh sebelumnya yakni nyeri yang hilang timbul dalam 5 menit atau tidak menetap dan seringnya diabaikan banyak orang. Nyeri dada yang timbul tenggalam itu biasanya berlangsung singkat, tidak sampai 20 menit.
Kapan nyeri dada itu dikategorikan sebagai gejala serangan jantung yang serius?
Gejala yang khas pada serangan jantung (angina) adalah:
1. Dada sesak, berat atau seperti diperas.
Kondisi ini digambarkan banyak penderitanya seperti membawa beban yang berat di dada atau seperti dada diikat ketat. Sensasi ini biasanya terasa di sisi kiri dada atas. Tetapi kadang juga sulit menentukan lokasi yang tepat.
2. Sesak napas
3. Berkeringat, mual dan merasa cemas
4. Rasa sakit di leher, lengan kiri dan rahang, di belakang perut, salah satu bahu atau di kedua bahu.
5. Merasa lemah dan denyut jantung cepat atau tidak teratur.
Kondisi itu bisa muncul walau orang sedang istirahat. Gejala itu juga bisa timbul saat sedang atau sehabis olahraga, stres atau sehabis makan besar yang hanya ada satu jalan segera bawa ke unit darurat rumah sakit terdekat.
Selain nyeri dada serangan jantung, seperti dikutip WebMD, nyeri dada juga pertanda dari masalah atau penyakit lain seperti gangguan pencernaan (maag) atau salah otot.
Nyeri dada yang bukan serangan jantung adalah:
1. Nyeri pada otot atau tulang dada.
Kondisi ini sering terjadi ketika aktivitas seseorang meningkat atau orang menambah jadwal olahraganya.
2. Nyeri dada ketika batuk
Kondisi ini terjadi karena ada infeksi saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh virus.
3. Nyeri di rusuk
Jika terjadi sebelum muncul ruam-ruam merah bisa jadi itu pertanda penyakit herpes zoster.
4. Tulang rusuk patah
Adanya tulang rusuk yang patah membuat orang merasakan nyeri dada terutama ketika batuk atau mengambil napas dalam-dalam.
5. Gangguan pencernaan Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau penyakit asam lambung yang naik ke kerongkongan.
Kondisi ini bisa menyebabkan rasa sakit di bawah tulang dada, rasa mulas.
6. Masalah paru-paru pneumothorax
Kondisi ini menyebabkan nyeri dada yang amat dalam dan sesak napas yang ekstrem.
7. Bekuan darah di paru-paru (emboli)
Kondisi ini menyebabkan nyeri dada yang amat dalam dan sesak napas yang ekstrem.
8. Kanker paru-paru
Kanker paru-paru juga menyebabkan nyeri dada terutama jika sel-sel kanker telah menyebar ke tulang rusuk.
9. Penyakit tulang belakang
Penyakit ini juga menimbulkan rasa nyeri di dada jika saraf di tulang belakang terjepit.
(IR/IR)
Redaksi: redaksi[at]detikhealth.com
Informasi pemasangan iklan
Ines - 7941177 ext.523
Elin - 7941177 ext.520
email : iklan@detikhealth.com
Irna Gustia - detikHealth
http://www.detikhealth.com/read/2011/08/21/082405/1707597/763/membedakan-nyeri-dada-dan-serangan-jantung?l991101755
img
(FOTO: THINKSTOCK)
Jakarta, Saat mengalami nyeri dada, kebanyakan orang takut itu serangan jantung yang membahayakan. Padahal gejala serangan jantung tidak selalu di dada karena ada beberapa gejala yang menemaninya. Nyeri dada juga bisa karena masalah lain. Bagaimana membedakan nyeri dada karena serangan jantung atau gangguan lain?
Dokter Rob Lamberts seperti dilansir housecalldoctor, Minggu (21/8/2011) mengatakan orang perlu membedakan kapan nyeri dada itu serius karena serangan jantung atau penyakit lain.
Jika nyeri dada mengarah ke serangan jantung maka harus dilakukan tindakan cepat pertolongannya untuk mencegah kerusakan otot jantung yang bisa terjadi dalam beberapa jam yang berujung pada kematian.
Dokter Lamberts mengatakan untuk gejala serangan jantung, kata yang tepat sebenarnya bukan nyeri dada tetapi sensasi di dada. Sensasi ini terasa tidak enak seperti perasaan berat saat bernapas, perasaan dingin di dada atau sesak napas.
Menurutnya hampir sepertiga pasien serangan jantung tidak merasakan nyeri dada. Tapi gejala sebenarnya sudah dirasakan jauh sebelumnya yakni nyeri yang hilang timbul dalam 5 menit atau tidak menetap dan seringnya diabaikan banyak orang. Nyeri dada yang timbul tenggalam itu biasanya berlangsung singkat, tidak sampai 20 menit.
Kapan nyeri dada itu dikategorikan sebagai gejala serangan jantung yang serius?
Gejala yang khas pada serangan jantung (angina) adalah:
1. Dada sesak, berat atau seperti diperas.
Kondisi ini digambarkan banyak penderitanya seperti membawa beban yang berat di dada atau seperti dada diikat ketat. Sensasi ini biasanya terasa di sisi kiri dada atas. Tetapi kadang juga sulit menentukan lokasi yang tepat.
2. Sesak napas
3. Berkeringat, mual dan merasa cemas
4. Rasa sakit di leher, lengan kiri dan rahang, di belakang perut, salah satu bahu atau di kedua bahu.
5. Merasa lemah dan denyut jantung cepat atau tidak teratur.
Kondisi itu bisa muncul walau orang sedang istirahat. Gejala itu juga bisa timbul saat sedang atau sehabis olahraga, stres atau sehabis makan besar yang hanya ada satu jalan segera bawa ke unit darurat rumah sakit terdekat.
Selain nyeri dada serangan jantung, seperti dikutip WebMD, nyeri dada juga pertanda dari masalah atau penyakit lain seperti gangguan pencernaan (maag) atau salah otot.
Nyeri dada yang bukan serangan jantung adalah:
1. Nyeri pada otot atau tulang dada.
Kondisi ini sering terjadi ketika aktivitas seseorang meningkat atau orang menambah jadwal olahraganya.
2. Nyeri dada ketika batuk
Kondisi ini terjadi karena ada infeksi saluran pernapasan atas yang disebabkan oleh virus.
3. Nyeri di rusuk
Jika terjadi sebelum muncul ruam-ruam merah bisa jadi itu pertanda penyakit herpes zoster.
4. Tulang rusuk patah
Adanya tulang rusuk yang patah membuat orang merasakan nyeri dada terutama ketika batuk atau mengambil napas dalam-dalam.
5. Gangguan pencernaan Gastroesophageal reflux disease (GERD) atau penyakit asam lambung yang naik ke kerongkongan.
Kondisi ini bisa menyebabkan rasa sakit di bawah tulang dada, rasa mulas.
6. Masalah paru-paru pneumothorax
Kondisi ini menyebabkan nyeri dada yang amat dalam dan sesak napas yang ekstrem.
7. Bekuan darah di paru-paru (emboli)
Kondisi ini menyebabkan nyeri dada yang amat dalam dan sesak napas yang ekstrem.
8. Kanker paru-paru
Kanker paru-paru juga menyebabkan nyeri dada terutama jika sel-sel kanker telah menyebar ke tulang rusuk.
9. Penyakit tulang belakang
Penyakit ini juga menimbulkan rasa nyeri di dada jika saraf di tulang belakang terjepit.
(IR/IR)
Redaksi: redaksi[at]detikhealth.com
Informasi pemasangan iklan
Ines - 7941177 ext.523
Elin - 7941177 ext.520
email : iklan@detikhealth.com
Senin, 15 Agustus 2011
Seri Cara Keren Menggunakan USB : Menjalankan Linux
Seri Cara Keren Menggunakan USB : Menjalankan Linux
(By : cnet/lh3). View : 72 times
main_img
http://www.jawaban.com/index.php/entertain/detail/color/blue/id/50/news/110815173147/limit/0/Seri-Cara-Keren-Menggunakan-USB--Menjalankan-Linux
USB Linux merupakan cara terbaik untuk menjalankan Linux tanpa harus takut terjadi perubahan di dalam komputer Anda. Selain itu, juga mudah untuk dibawa kemana-mana. Hal ini juga bisa untuk menjaga jikalau suatu hari nanti, Windows tidak dapat bekerja, mengijinkan Anda mengakses perangkat keras Anda, atau jika Anda hanya ingin mengetes sistem memori komputer Anda. Lalu, bagaimana caranya agar USB bisa digunakan untuk menjalankan Linux tersebut?
Instal Ubuntu di USB terlebih dahulu. Selain ubuntu, banyak pilihan Linux lainnya yang dapat Anda lakukan, tapi di sini kita akan memakai ubuntu. Untuk menginstal ubuntu, kita menggunakan Windows. Pastikan ukuran USB Anda setidaknya 1GB.
Langkah pertama :
Unduh 32-bit ISO of Ubuntu 11.04 Desktop dan the Universal USB Installer. File ISO tersebut biasanya dinamakan ubuntu-11.04-desktop-i386.iso, sedangkan Universal USB Installer dinamakan Universal-USB-Installer-1.8.5.6.exe.
Langkah kedua :
Langkah kedua
Klik dua kali pada Universal-USB-Installer-1.8.5.6.exe dan setelah menerima persetujuan lisensi, pilih Ubuntu 11.04 dari list yang ada.
Langkah ketiga :
Browsing dan pilih file Ubuntu 11.04 ISO yang baru Anda unduh.
(By : cnet/lh3). View : 72 times
main_img
http://www.jawaban.com/index.php/entertain/detail/color/blue/id/50/news/110815173147/limit/0/Seri-Cara-Keren-Menggunakan-USB--Menjalankan-Linux
USB Linux merupakan cara terbaik untuk menjalankan Linux tanpa harus takut terjadi perubahan di dalam komputer Anda. Selain itu, juga mudah untuk dibawa kemana-mana. Hal ini juga bisa untuk menjaga jikalau suatu hari nanti, Windows tidak dapat bekerja, mengijinkan Anda mengakses perangkat keras Anda, atau jika Anda hanya ingin mengetes sistem memori komputer Anda. Lalu, bagaimana caranya agar USB bisa digunakan untuk menjalankan Linux tersebut?
Instal Ubuntu di USB terlebih dahulu. Selain ubuntu, banyak pilihan Linux lainnya yang dapat Anda lakukan, tapi di sini kita akan memakai ubuntu. Untuk menginstal ubuntu, kita menggunakan Windows. Pastikan ukuran USB Anda setidaknya 1GB.
Langkah pertama :
Unduh 32-bit ISO of Ubuntu 11.04 Desktop dan the Universal USB Installer. File ISO tersebut biasanya dinamakan ubuntu-11.04-desktop-i386.iso, sedangkan Universal USB Installer dinamakan Universal-USB-Installer-1.8.5.6.exe.
Langkah kedua :
Langkah kedua
Klik dua kali pada Universal-USB-Installer-1.8.5.6.exe dan setelah menerima persetujuan lisensi, pilih Ubuntu 11.04 dari list yang ada.
Langkah ketiga :
Browsing dan pilih file Ubuntu 11.04 ISO yang baru Anda unduh.
Minggu, 14 Agustus 2011
Bau Badan/Bau Ketiak
http://www.digherbs.com/body-odor.html
Bau Badan
Bau badan adalah normal dan terjadi secara alami dalam setiap orang, tetapi jika mulai menjadi berlebihan atau ofensif, Anda dapat menjadi sadar-diri atau malu. Kebersihan yang baik, diet dan perawatan diri dapat membantu mengurangi bau yang berlebihan.
Gejala
Bau yang kuat mungkin berasal dari kelenjar keringat atau pori-pori kulit. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang menderita dari masalah ini adalah selalu menyadari hal itu.
Penyebab
Sebuah bau badan yang kuat mungkin dari kebersihan yang buruk atau berkeringat berlebihan saat itu tetap pada tubuh cukup lama untuk memungkinkan bakteri untuk tumbuh. Hal ini juga dapat disebabkan oleh kecemasan, stres dan kegelisahan. Berkontribusi penyebab dapat termasuk masalah detoksifikasi hati, ginjal atau usus. Jika racun tidak dibersihkan dari tubuh, tubuh akan mencoba untuk menghilangkan mereka melalui kulit. Rempah-rempah yang kuat dari makanan juga dapat dirilis melalui pori-pori kulit, seperti bawang putih atau kari. Bau tertentu didefinisikan sebagai idiopa
Peringatan
Jika Anda menemukan bahwa tidak ada yang membantu dengan bau badan, Anda mungkin ingin melihat dokter untuk menyingkirkan penyebab yang mendasari lebih.
Pengobatan Herbal
Aplikasi internal
* Sage - membuat secangkir teh bijak dengan menyuntikkan 20 gram kering bijak dalam 1 liter air selama 10 menit. Saring dan minum 1 - 2 cangkir sehari untuk mengurangi keringat yang dihasilkan oleh kelenjar Anda. Ibu menyusui sebaiknya tidak menggunakan obat ini, karena bijak teh dapat kering ASI.
Untuk membantu pencernaan dan detoksifikasi:
* Parang - ramuan ini pembersihan akan membantu membersihkan sistem getah bening, yang membantu racun jelas dari tubuh.
* Milk thistle - ramuan ini membantu menyeimbangkan hati, yang proses sebagian besar racun yang mengalir melalui tubuh kita. Dengan mendukung hati, tubuh kita akan memproses racun lebih efektif, mengurangi jumlah bakteri.
* Peppermint - minum secangkir teh peppermint setelah setiap makan karena membantu dengan proses pencernaan.
* Dandelion - mengambil dandelion untuk membantu mendetoksifikasi hati.
Untuk mengurangi stres dan kecemasan:
* Chamomile - minum 3 cangkir teh per hari. Chamomile juga dapat membantu pencernaan.
* Lavender - minum 3 - 4 cangkir teh sehari. Buatlah teh herbal dengan menanamkan bunga kering dalam air mendidih dan biarkan selama 10 menit.
Eksternal Aplikasi
* Herbal û campuran ramuan berikut semua melawan bakteri, dan ketika dicampur bersama dalam mandi atau sebagai kompres deodoran, mereka dapat membantu Anda menyingkirkan bau badan. Tambahkan pilihan Anda dari herbal berikut untuk berbaur Anda: ketumbar, akar licorice, jahe, oregano, rosemary, pala, kayu manis, jintan, daun bay, adas dan bijak. Membuat herbal menjadi teh herbal, yang bisa Anda simpan di lemari es antara menggunakan. Celupkan kain dalam teh dan berlaku untuk ketiak dan keringat-daerah rawan sebagai kompres untuk
* Rose - tambahkan beberapa tetes air mawar untuk mandi sebelum mandi. Ini akan menggantikan penggunaan deodoran dan sangat efektif.
* Lemon - menggabungkan beberapa jus lemon dengan sedikit baking soda dan berlaku untuk ketiak. Ini adalah obat yang efektif untuk bau.
* Rosemary - ramuan ini antibakteri dapat ditambahkan ke dalam air dan digunakan sesuai kebutuhan pada bagian tubuh yang melepaskan bau sebagai deodoran alami.
Aromaterapi
Minyak esensial berikut ini mungkin berguna dalam mengobati bau badan:
* Lavender - minyak esensial lavender dapat ditambahkan ke dalam air mandi atau shower gel Anda. Lavender akan membunuh bakteri yang menyebabkan bau. Jauhkan air botol kaca berisi berguna dengan beberapa tetes minyak lavender dicampur masuk bubuhkan yang diperlukan pada area tubuh yang mudah berkeringat.
* Rose
* Tea Tree Oil - Minyak antibakteri alami ini dapat dicampur dengan rasio 2 tetes minyak esensial untuk 1 ons air dan diterapkan sebagai deodoran.
Bau Badan
Bau badan adalah normal dan terjadi secara alami dalam setiap orang, tetapi jika mulai menjadi berlebihan atau ofensif, Anda dapat menjadi sadar-diri atau malu. Kebersihan yang baik, diet dan perawatan diri dapat membantu mengurangi bau yang berlebihan.
Gejala
Bau yang kuat mungkin berasal dari kelenjar keringat atau pori-pori kulit. Perlu diketahui bahwa tidak semua orang yang menderita dari masalah ini adalah selalu menyadari hal itu.
Penyebab
Sebuah bau badan yang kuat mungkin dari kebersihan yang buruk atau berkeringat berlebihan saat itu tetap pada tubuh cukup lama untuk memungkinkan bakteri untuk tumbuh. Hal ini juga dapat disebabkan oleh kecemasan, stres dan kegelisahan. Berkontribusi penyebab dapat termasuk masalah detoksifikasi hati, ginjal atau usus. Jika racun tidak dibersihkan dari tubuh, tubuh akan mencoba untuk menghilangkan mereka melalui kulit. Rempah-rempah yang kuat dari makanan juga dapat dirilis melalui pori-pori kulit, seperti bawang putih atau kari. Bau tertentu didefinisikan sebagai idiopa
Peringatan
Jika Anda menemukan bahwa tidak ada yang membantu dengan bau badan, Anda mungkin ingin melihat dokter untuk menyingkirkan penyebab yang mendasari lebih.
Pengobatan Herbal
Aplikasi internal
* Sage - membuat secangkir teh bijak dengan menyuntikkan 20 gram kering bijak dalam 1 liter air selama 10 menit. Saring dan minum 1 - 2 cangkir sehari untuk mengurangi keringat yang dihasilkan oleh kelenjar Anda. Ibu menyusui sebaiknya tidak menggunakan obat ini, karena bijak teh dapat kering ASI.
Untuk membantu pencernaan dan detoksifikasi:
* Parang - ramuan ini pembersihan akan membantu membersihkan sistem getah bening, yang membantu racun jelas dari tubuh.
* Milk thistle - ramuan ini membantu menyeimbangkan hati, yang proses sebagian besar racun yang mengalir melalui tubuh kita. Dengan mendukung hati, tubuh kita akan memproses racun lebih efektif, mengurangi jumlah bakteri.
* Peppermint - minum secangkir teh peppermint setelah setiap makan karena membantu dengan proses pencernaan.
* Dandelion - mengambil dandelion untuk membantu mendetoksifikasi hati.
Untuk mengurangi stres dan kecemasan:
* Chamomile - minum 3 cangkir teh per hari. Chamomile juga dapat membantu pencernaan.
* Lavender - minum 3 - 4 cangkir teh sehari. Buatlah teh herbal dengan menanamkan bunga kering dalam air mendidih dan biarkan selama 10 menit.
Eksternal Aplikasi
* Herbal û campuran ramuan berikut semua melawan bakteri, dan ketika dicampur bersama dalam mandi atau sebagai kompres deodoran, mereka dapat membantu Anda menyingkirkan bau badan. Tambahkan pilihan Anda dari herbal berikut untuk berbaur Anda: ketumbar, akar licorice, jahe, oregano, rosemary, pala, kayu manis, jintan, daun bay, adas dan bijak. Membuat herbal menjadi teh herbal, yang bisa Anda simpan di lemari es antara menggunakan. Celupkan kain dalam teh dan berlaku untuk ketiak dan keringat-daerah rawan sebagai kompres untuk
* Rose - tambahkan beberapa tetes air mawar untuk mandi sebelum mandi. Ini akan menggantikan penggunaan deodoran dan sangat efektif.
* Lemon - menggabungkan beberapa jus lemon dengan sedikit baking soda dan berlaku untuk ketiak. Ini adalah obat yang efektif untuk bau.
* Rosemary - ramuan ini antibakteri dapat ditambahkan ke dalam air dan digunakan sesuai kebutuhan pada bagian tubuh yang melepaskan bau sebagai deodoran alami.
Aromaterapi
Minyak esensial berikut ini mungkin berguna dalam mengobati bau badan:
* Lavender - minyak esensial lavender dapat ditambahkan ke dalam air mandi atau shower gel Anda. Lavender akan membunuh bakteri yang menyebabkan bau. Jauhkan air botol kaca berisi berguna dengan beberapa tetes minyak lavender dicampur masuk bubuhkan yang diperlukan pada area tubuh yang mudah berkeringat.
* Rose
* Tea Tree Oil - Minyak antibakteri alami ini dapat dicampur dengan rasio 2 tetes minyak esensial untuk 1 ons air dan diterapkan sebagai deodoran.
Body Odor
http://www.digherbs.com/body-odor.html
Body Odor
Body odor is normal and occurs naturally in everyone, but if it begins to be excessive or offensive, you can become self-conscious or embarrassed. Good hygiene, diet and self-care can help alleviate excessive odor.
Symptoms
Strong odor may emanate from sweat glands or the pores of the skin. Be aware that not everyone that suffers from this problem is necessarily aware of it.
Causes
A strong body odor may be from poor hygiene or excessive sweating when it has remained on the body long enough to allow bacteria to grow. It can also be caused by anxiety, stress and nervousness. Contributing causes may include problems detoxifying the liver, kidneys or bowels. If toxins are not cleared from the body, the body will attempt to eliminate them through the skin. Strong spices from food can also be released through the pores of the skin, like garlic or curry. Certain odors are defined as idiopa
Cautions
If you find that nothing helps with body odor, you may want to see your doctor to rule out more underlying causes.
Herbal Treatments
Internal Applications
* Sage – make a cup of sage tea by infusing 20 grams of dried sage in 1 liter of water for 10 minutes. Strain and drink 1 - 2 cups daily to reduce the sweat produced by your glands. Nursing mothers should not use this remedy, since sage tea may dry up breast milk.
To aid digestion and detoxify:
* Cleavers – this cleansing herb will help clean up your lymph system, which helps clear toxins from the body.
* Milk thistle – this herb helps balance the liver, which processes the vast majority of toxins that flow through our bodies. By supporting the liver, our bodies will process toxins more effectively, lessening numbers of bacteria.
* Peppermint - drink a cup of peppermint tea after every meal as it helps with the digestive process.
* Dandelion - take dandelion to help detoxify the liver.
To reduce stress and anxiety:
* Chamomile - drink 3 cups of tea per day. Chamomile can also aid digestion.
* Lavender - drink 3 - 4 cups of tea a day. Make the herbal tea by infusing dried flowers in boiling water and allow to steep for 10 minutes.
External Applications
* Herbal blend û the following herbs all fight bacteria, and when blended together in a bath or as a deodorant compress, they can help you get rid of body odor. Add your choice of the following herbs to your blend: coriander, licorice root, ginger, oregano, rosemary, nutmeg, cinnamon, cumin, bay leaf, fennel and sage. Make the herbs into an herbal tea, which you can store in the refrigerator between uses. Dip a cloth in the tea and apply to the underarms and other sweat-prone areas as a compress for a
* Rose – add a few drops of rose water to the bath before bathing. This will replace the use of deodorant and is very effective.
* Lemon – combine some lemon juice with a little baking soda and apply to the underarms. This is an effective remedy for odors.
* Rosemary – this antibacterial herb can be added to water and used as needed on body parts that release odor as a natural deodorant.
Aromatherapy
The following essential oils may be useful in treating body odor:
* Lavender – the essential oil of lavender can be added to the bath water or to your shower gel. Lavender will kill bacteria that cause odor. Keep a glass bottle handy containing water with a few drops of lavender oil mixed in. Dab as needed on areas of the body that perspire easily.
* Rose
* Tea Tree Oil – this natural antibacterial oil can be mixed in a ratio of 2 drops of essential oil to 1 ounce of water and applied as a deodorant.
Body Odor Herbal Remedies Top
Body Odor
Body odor is normal and occurs naturally in everyone, but if it begins to be excessive or offensive, you can become self-conscious or embarrassed. Good hygiene, diet and self-care can help alleviate excessive odor.
Symptoms
Strong odor may emanate from sweat glands or the pores of the skin. Be aware that not everyone that suffers from this problem is necessarily aware of it.
Causes
A strong body odor may be from poor hygiene or excessive sweating when it has remained on the body long enough to allow bacteria to grow. It can also be caused by anxiety, stress and nervousness. Contributing causes may include problems detoxifying the liver, kidneys or bowels. If toxins are not cleared from the body, the body will attempt to eliminate them through the skin. Strong spices from food can also be released through the pores of the skin, like garlic or curry. Certain odors are defined as idiopa
Cautions
If you find that nothing helps with body odor, you may want to see your doctor to rule out more underlying causes.
Herbal Treatments
Internal Applications
* Sage – make a cup of sage tea by infusing 20 grams of dried sage in 1 liter of water for 10 minutes. Strain and drink 1 - 2 cups daily to reduce the sweat produced by your glands. Nursing mothers should not use this remedy, since sage tea may dry up breast milk.
To aid digestion and detoxify:
* Cleavers – this cleansing herb will help clean up your lymph system, which helps clear toxins from the body.
* Milk thistle – this herb helps balance the liver, which processes the vast majority of toxins that flow through our bodies. By supporting the liver, our bodies will process toxins more effectively, lessening numbers of bacteria.
* Peppermint - drink a cup of peppermint tea after every meal as it helps with the digestive process.
* Dandelion - take dandelion to help detoxify the liver.
To reduce stress and anxiety:
* Chamomile - drink 3 cups of tea per day. Chamomile can also aid digestion.
* Lavender - drink 3 - 4 cups of tea a day. Make the herbal tea by infusing dried flowers in boiling water and allow to steep for 10 minutes.
External Applications
* Herbal blend û the following herbs all fight bacteria, and when blended together in a bath or as a deodorant compress, they can help you get rid of body odor. Add your choice of the following herbs to your blend: coriander, licorice root, ginger, oregano, rosemary, nutmeg, cinnamon, cumin, bay leaf, fennel and sage. Make the herbs into an herbal tea, which you can store in the refrigerator between uses. Dip a cloth in the tea and apply to the underarms and other sweat-prone areas as a compress for a
* Rose – add a few drops of rose water to the bath before bathing. This will replace the use of deodorant and is very effective.
* Lemon – combine some lemon juice with a little baking soda and apply to the underarms. This is an effective remedy for odors.
* Rosemary – this antibacterial herb can be added to water and used as needed on body parts that release odor as a natural deodorant.
Aromatherapy
The following essential oils may be useful in treating body odor:
* Lavender – the essential oil of lavender can be added to the bath water or to your shower gel. Lavender will kill bacteria that cause odor. Keep a glass bottle handy containing water with a few drops of lavender oil mixed in. Dab as needed on areas of the body that perspire easily.
* Rose
* Tea Tree Oil – this natural antibacterial oil can be mixed in a ratio of 2 drops of essential oil to 1 ounce of water and applied as a deodorant.
Body Odor Herbal Remedies Top
How to Stop Stimming Behavior in a Child with Autism
How to Stop Stimming Behavior in a Child with Autism
Arman Khodaei
Arman Khodaei has been writing professionally since 2004, when his short memoir was published in the "Nota Bene" anthology, for which he received the Reynolds Scholarship. He serves on an Autism Committee for the California State Senate and has been involved in the autistic community for more than five years. He received his Associate of Arts from Lakeland Community College.
By Arman Khodaei, eHow Contributor
http://www.ehow.com/how_6231924_stop-stimming-behavior-child-autism.html
How to Stop Stimming Behavior in a Child with Autismthumbnail You can help your child overcome stimming behaviors
Autism, a disorder of the mind, affects one in every 110 American children, according to the U.S. Centers for Disease Control. Some common signs of autism are lack of eye contact, lack of interest in other people and, sometimes, obsessive focus on a single task or idea. Stimming, or self-stimulation, is another identifying feature of autism. Some common stimming behaviors include hand-flapping, repeating words and phrases, watching one scene from a movie or listening to one song over and over and, in some
Difficulty:
Moderately Challenging
Instructions
1.
* 1
Stim when your child stims. If your child flaps her hands, flap your hands with her. If your child sings, sing along. This strategy is similar to the those used by the Son-Rise Program and Floortime methods. The theory is that you need to connect with your child first. This demonstrates that you understand the child's world and that you're willing to connect with it. Some people feel this method encourages the child to continue stimming, but the Son-Rise Program and Floortime methods have shown
* 2
Enroll your child with an ABA (applied behavior analysis) therapist. This is the oldest method for treating individuals with autism and has the strongest track record. ABA therapy involves teaching the child what is and isn't appropriate behavior. Children are rewarded when they make eye contact or perform other desirable behaviors.
* 3
Discuss stimming behavior with your child. Ask him to describe what he feels when he stims. Ask why he does it. Tell him how it makes you feel when he stims in front of you or in public. Politely ask him to try not to do it. Discussion may not work if your child has a hard time comprehending abstract concepts. If that's the case, try discussing stimming with your child on a daily basis. In time, the concepts you talk about may suddenly just "click" with him.
* 4
Show disappointment in your child's stimming behavior. Do this only if nothing else shows results. Many children with autism do not want to disappoint their parents. This method may not cure the behavior, but it may stop the child from stimming in public.
* 5
Keep your expectations realistic. Stimming behavior is wired into the child's brain, and it will take some time to stop it. Don't expect your child to be cured overnight. If you see that she's stimming less, then know that you're making progress.
References
* Life With Asperger's: What is Stimming?
* U.S. Centers for Disease Control: Autism Spectrum Disorders
Resources
* Autism Speaks
* Autism Society of America
* Son-Rise Program
* Floortime Overview
* Center for Autism: Autism Resources
How to Reduce Stimming With Autistic Children
How to Reduce Stimming With Autistic Children
http://www.ehow.com/how_7350237_reduce-stimming-autistic-children.html
How to Reduce Stimming With Autistic Childrenthumbnail Stimming behavior is a way an autistic child copes with the world.
Stimming is the act of self-stimulation, by repetitive behaviors, and is often seen in children with autism. These behaviors include rocking back and forth, lining up toys, flapping their hands, and making animal sounds, according to Autism-Help.org Autistic children need to self-stimulate because it keeps them form becoming overloaded with sensory information. These behaviors are harmless to them, but if this is stopping them from partaking in their favorite activities, some intervention may be needed. He
Difficulty:
Moderate
Instructions
1.
* 1
Interrupt your child's stimming time by giving him a chore or a task to help you with around the house. This will reduce your child's time stimming by redirecting his attention and keeping his mind occupied.
* 2
Get you autistic child involved in a physical activity. This is a good, fun way for him to learn new skills instead of the repetitive self-stimulating ones.
* 3
Try replacing the self-stimulating behavior with a more appropriate one. You can do this by showing your child different objects or activities that will cause the same physical sensation for the child.
* 4
Try giving your child cod liver oil. This is a commonly used treatment for autistic children. It has also been shown that between 1 and 2 tsps. of this a day is effective in helping to reduce stimming. This is especially helpful for reducing visual stimming behaviors, according to Omegafishoil.org
Tips & Warnings
*
Do not punish or scold your child for stimming. This is how autistic children keep from becoming overloaded with sensory information from their environment. This is only a problem if the repetitive behaviors are stopping the child from taking part in his or her favorite activities.
Kamis, 11 Agustus 2011
Ijazah "Homeschooling" Kerap Ditolak
PENDIDIKAN INFORMAL
Ijazah "Homeschooling" Kerap Ditolak
Ester Lince Napitupulu | Latief | Sabtu, 7 Mei 2011 | 16:49 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/05/07/16491541/Ijazah.Homeschooling.Kerap.Ditolak
Komentar: 11
Share:
KRISTIANTO PURNOMO/KOMPAS IMAGES Ilustrasi
TERKAIT:
Waralaba Homeschooling Beromzet Miliaran
Sekolah Rumah Mulai Jadi Pilihan
Mendidik dengan Memenuhi Hak Anak...
Pendidikan Alternatif Makin Diminati
TANGERANG, KOMPAS.com — Pendidikan sekolah rumah (homeschooling) yang diakui pemerintah sebagai pendidikan informal masih didiskriminasi. Peserta didik homeschooling di berbagai daerah belum mendapat dukungan kebijakan yang baik dari dinas pendidikan setempat.
Banyak sekolah formal yang menolak karena tidak paham bahwa ijazah kesetaraan itu diakui sah oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Akibatnya, syarat untuk pindah jalur ke sekolah formal jadi sulit.
--BUDI TRIKORAYANTO
Persoalan tersebut dikemukakan para pelaku homeschooling, baik tunggal maupun komunitas, pada acara Simposium Pendidikan Informal: Implementasi Hak Peserta Didik Jalur Informal, Sabtu (7/5/2011) di Kampus Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang Selatan. Acara tersebut dilaksanakan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena).
Dian G, orangtua siswa dari Bekasi, mengatakan bahwa siswa homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan di jenjangnya lebih awal sulit untuk melakukan akselerasi atau percepatan. Padahal, banyak anak homeschooling lain yang mampu menyelesaikan materi belajar di suatu jenjang pendidikan lebih cepat dibandingkan anak-anak sekolah formal.
Anak tidak bisa ikut ujian nasional pendidikan kesetaraan karena, misalnya, dianggap belum tuntas belajar tiga tahun untuk siswa SMP atau SMA. Dinas Pendidikan tidak mau memahami kondisi anak-anak homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan lebih cepat," ujar Dian.
Persyaratan anak homeschooling yang bisa akselerasi adalah memiliki IQ 130. Padahal, kecepatan belajar dalam kenyataannya tidak bergantung IQ, tetapi pada penguasaan dan penuntasan materi tiap jenjang pendidikan.
Budi Trikorayanto, Sekretaris Asah Pena, mengatakan bahwa pendidikan informal sudah diakui dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Anak-anak homeschooling bisa pindah ke jalur pendidikan nonformal lalu ikut ujian nasional (UN) pendidikan kesetaraan Paket A (setara SD), B (setara SMP), dan C (setara SMA). Mereka pindah ke jalur pendidikan formal dan ikut UN.
Namun, banyak sekolah formal yang menolak karena tidak paham bahwa ijazah kesetaraan itu diakui secara sah oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Akibatnya, syarat untuk pindah jalur ke sekolah formal jadi sulit," kata Budi.
Dhanang Sasongko, Wakil Ketua Asah Pena, mengatakan bahwa sebenarnya Asah Pena dan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (sekarang diganti Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal) sudah membuat nota kesepahaman soal pengakuan hak-hak dan kewajiban pelaku homeschooling.
Seharusnya di tingkat daerah mendukung. Pendidikan homeschooling jangan dipersulit dan tidak didukung," kata Dhanang.
Pada pertemuan tersebut, Asah Pena yang memiliki sekitar 3.800 anggota, baik sekolah rumah tunggal maupun komunitas sekolah rumah, membuat pernyataan yang ditujukan kepada pemerintah, Badan Standar Nasional Pendidikan, dan Komisi X DPR RI. Mereka mendesak supaya pendidikan informal tidak lagi didiskriminasi dan dipersulit.
Selain itu, Asah Pena juga meminta pemerintah mendukung pengalokasian dana yang memadai untuk pendidikan nonformal dan informal. Pasalnya, pendidikan di kedua jalur ini pun juga bermanfaat untuk melayani anak-anak putus sekolah atau dari keluarga miskin.
Ijazah "Homeschooling" Kerap Ditolak
Ester Lince Napitupulu | Latief | Sabtu, 7 Mei 2011 | 16:49 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/05/07/16491541/Ijazah.Homeschooling.Kerap.Ditolak
Komentar: 11
Share:
KRISTIANTO PURNOMO/KOMPAS IMAGES Ilustrasi
TERKAIT:
Waralaba Homeschooling Beromzet Miliaran
Sekolah Rumah Mulai Jadi Pilihan
Mendidik dengan Memenuhi Hak Anak...
Pendidikan Alternatif Makin Diminati
TANGERANG, KOMPAS.com — Pendidikan sekolah rumah (homeschooling) yang diakui pemerintah sebagai pendidikan informal masih didiskriminasi. Peserta didik homeschooling di berbagai daerah belum mendapat dukungan kebijakan yang baik dari dinas pendidikan setempat.
Banyak sekolah formal yang menolak karena tidak paham bahwa ijazah kesetaraan itu diakui sah oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Akibatnya, syarat untuk pindah jalur ke sekolah formal jadi sulit.
--BUDI TRIKORAYANTO
Persoalan tersebut dikemukakan para pelaku homeschooling, baik tunggal maupun komunitas, pada acara Simposium Pendidikan Informal: Implementasi Hak Peserta Didik Jalur Informal, Sabtu (7/5/2011) di Kampus Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang Selatan. Acara tersebut dilaksanakan Asosiasi Sekolah Rumah dan Pendidikan Alternatif (Asah Pena).
Dian G, orangtua siswa dari Bekasi, mengatakan bahwa siswa homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan di jenjangnya lebih awal sulit untuk melakukan akselerasi atau percepatan. Padahal, banyak anak homeschooling lain yang mampu menyelesaikan materi belajar di suatu jenjang pendidikan lebih cepat dibandingkan anak-anak sekolah formal.
Anak tidak bisa ikut ujian nasional pendidikan kesetaraan karena, misalnya, dianggap belum tuntas belajar tiga tahun untuk siswa SMP atau SMA. Dinas Pendidikan tidak mau memahami kondisi anak-anak homeschooling yang mampu menyelesaikan pendidikan lebih cepat," ujar Dian.
Persyaratan anak homeschooling yang bisa akselerasi adalah memiliki IQ 130. Padahal, kecepatan belajar dalam kenyataannya tidak bergantung IQ, tetapi pada penguasaan dan penuntasan materi tiap jenjang pendidikan.
Budi Trikorayanto, Sekretaris Asah Pena, mengatakan bahwa pendidikan informal sudah diakui dalam UU Sistem Pendidikan Nasional. Anak-anak homeschooling bisa pindah ke jalur pendidikan nonformal lalu ikut ujian nasional (UN) pendidikan kesetaraan Paket A (setara SD), B (setara SMP), dan C (setara SMA). Mereka pindah ke jalur pendidikan formal dan ikut UN.
Namun, banyak sekolah formal yang menolak karena tidak paham bahwa ijazah kesetaraan itu diakui secara sah oleh Kementerian Pendidikan Nasional. Akibatnya, syarat untuk pindah jalur ke sekolah formal jadi sulit," kata Budi.
Dhanang Sasongko, Wakil Ketua Asah Pena, mengatakan bahwa sebenarnya Asah Pena dan Dirjen Pendidikan Luar Sekolah (sekarang diganti Dirjen Pendidikan Nonformal dan Informal) sudah membuat nota kesepahaman soal pengakuan hak-hak dan kewajiban pelaku homeschooling.
Seharusnya di tingkat daerah mendukung. Pendidikan homeschooling jangan dipersulit dan tidak didukung," kata Dhanang.
Pada pertemuan tersebut, Asah Pena yang memiliki sekitar 3.800 anggota, baik sekolah rumah tunggal maupun komunitas sekolah rumah, membuat pernyataan yang ditujukan kepada pemerintah, Badan Standar Nasional Pendidikan, dan Komisi X DPR RI. Mereka mendesak supaya pendidikan informal tidak lagi didiskriminasi dan dipersulit.
Selain itu, Asah Pena juga meminta pemerintah mendukung pengalokasian dana yang memadai untuk pendidikan nonformal dan informal. Pasalnya, pendidikan di kedua jalur ini pun juga bermanfaat untuk melayani anak-anak putus sekolah atau dari keluarga miskin.
Homeschooling, karena Keluarga Pusat "Tata Surya"
Homeschooling, karena Keluarga Pusat "Tata Surya"
Inggried | Jumat, 12 Agustus 2011 | 09:06 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/12/09065871/Homeschooling.karena.Keluarga.Pusat.Tata.Surya
Komentar: 1
Share:
Inggried Dwi Wedhaswary Faizal Kamal dan Mella Fitriansyah memilih untuk menerapkan homeschooling kepada dua putranya, Aliansyah Husayn Kamal dan Aliansyah Haidar Kamal.
TERKAIT:
Kata Dewi Hughes soal "Homeschooling"
Bagaimana Memilih Kurikulum "Homeschooling"?
Tips Sukses "Homeschooling"
Mengenal Metode-metode "Homeschooling"
Sekelumit Cerita dari Keluarga "Homeschooling"
JAKARTA, KOMPAS.com - Keputusan menerapkan homeschooling bukanlah keputusan yang diambil dalam sekejap oleh pasangan Faizal Kamal dan Mella Fitriansyah. Mereka sudah menyiapkan jauh sebelum putra sulungnya, Aiansyah Husayn Kamal (5) lahir. Kini, Husayn, dan adiknya yang berusia tiga tahun, Aliansyah Haidar Kamal, menjalani proses pendidikan "sekolah rumah" alias homeschooling yang di-handle langsung oleh Faizal dan Mella. Apa alasan keluarga ini memilih homeschooling?
Ibaratnya, kita sudah dikasih batu atau kayu oleh Allah, dan diminta mengukirnya. Tetapi, kemudian kita menyerahkannya ke orang lain atau lembaga lain untuk mengukirnya.
Mella mengungkapkan, bukanlah sebuah awal yang mudah untuk memulainya. Pilihan homeschooling ibarat mendobrak kemapanan dan tembok sistem yang sudah berjalan selama ini. Tak membawa anak ke sekolah formal, awalnya dipertanyakan. Terutama oleh keluarga besarnya, yang berlatarbelakang pendidik. Tetapi, dengan persiapan dan kesamaan visi, Mella dan suaminya tetap menerapkan sekolah rumah kepada anak-anaknya. Prinsip dasar yang dipegang adalah keyakinan bahwa keluarga merupakan pusat "tata surya" dalam pembent
Kami menganggap bahwa keluarga adalah pusat 'tata surya'. Saat ini, kebanyakan keluarga masih menjadikan pekerjaan sebagai pusat 'tata surya'nya. Ibaratnya, kita sudah dikasih batu atau kayu oleh Allah, dan diminta mengukirnya. Tetapi, kemudian kita menyerahkannya ke orang lain atau lembaga lain untuk mengukirnya. Aku tidak mau itu terjadi pada anak-anakku," ujar Mella, saat dijumpai Kompas.com, Kamis (11/8/2011), di Jakarta.
Lagipula, menurutnya, homeschooling membuat hubungan antara anak dan orangtua menjadi sangat dekat. "Aku dan suami sangat get connect dengan anak-anak karena kami secara penuh meng-handle pembelajaran mereka," katanya.
Ya, Mella dan Faizal menjadi konseptor bagi kurikulum dan pola pembelajaran yang diterapkan kepada Husayn dan Ali. Informasi mengenai kurikulum dan metode-metode homeschooling didapatkan dengan melakukan pencarian melalui dunia maya dan bertukar informasi dengan sesama keluarga homeschooling. Ada milis yang menjadi pintu informasi bagi keluarga homeschooling, yaitu milis "sekolah rumah".
Kita beruntung sekarang ada internet, ada facebook, jadi kita bisa bertukar cerita. Selain itu, sesama keluarga homeschooling sering berbagi informasi tentang kurikulum, yang banyak juga berasal dari luar negeri," kisah Mella.
Kini, Mella merasa, buah perjuangannya bersama suami sudah mulai diakui. Keluarga yang tadinya mempertanyakan, sekarang mengapresiasi perkembangan Husayn dan Ali.
Husayn belum aku ajarin baca. Ak memilih better late than early. Kalau nanti dia matang akan lebih cepat mengajarkan. Ngapain memaksakan anak, sementara itu belum umurnya. Aku enggak mau masuk dalam arus itu. tetapi, ajaibnya, meski belum diajarkan, Husayn sudah bisa membaca namanya, dan beberapa kata," katanya.
Ia menekankan, hal yang harus diutamakan ada menanamkan skill kepada anak. Mella menilai, skill yang dikuasai sang anak akan menjadi bekalnya di masa depan. "Aku lebih menekankan anak menguasai skill yang sesuai dengan dirinya daripada memaksakannya menguasai banyak hal seperti yang berlaku di sekolah formal. Buatku, skill ini yang akan menjadi bekal hidupnya," ujar Mella.
Sampai umur berapa Husayn dan Ali akan menjalani sekolah rumah? "Sampai mereka nanti tiba saatnya masuk kuliah," kata dia.
Saat ini, tak ada persoalan legalitas bagi anak-anak homeschooling. Mereka yang tak menjalani sekolah formal bisa mendapatkan ijazah dengan mengikuti ujian paket A, B, dan C. Untuk persiapannya, komunitas homeschooling kerap melakukan pembekalan bersama.
Dan percaya enggak percaya, anak-anak homeschooling lulus kok kalau mengikuti ujian ini. Jadi apa yang harus ditakutkan?," kata Mella.
5 Hal yang Perlu Diketahui soal Homeschooling
5 Hal yang Perlu Diketahui soal Homeschooling
Atrasina Adlina | Inggried | Selasa, 9 Agustus 2011 | 09:27 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/09/09271846/5.Hal.yang.Perlu.Diketahui.soal.Homeschooling
TERKAIT:
Siswa Sekolah Rumah Sulit Ikuti Ujian Kesetaraan
Sekolah Rumah Masih Didiskriminasi
Ijazah "Homeschooling" Kerap Ditolak
Waralaba Homeschooling Beromzet Miliaran
Sekolah Rumah Mulai Jadi Pilihan
KOMPAS.com - Pernah mendengar kata "homeschooling"? Pola pendidikan ini semakin hari semakin banyak dipilih oleh para orangtua. Homeschooling yang berarti sekolah rumah, dikenal juga dengan istilah sekolah mandiri atau home education, home based learning. Pengertian homeschooling secara umum adalah model pendidikan alternatif, atau proses layanan pendidikan yang secara sadar, teratur, dan terarah yang dilakukan orangtua, keluarga, dan lingkungan yang terlibat langsung dalam penyelenggaraan dan proses pembe
Nah, ketika akan menerapkan homeschooling, ada baiknya orangtua mempelajari tips di bawah ini:
1. Ketahui undang-undang tentang homeschooling di negara Anda
Setiap negara memiliki undang-undang tersendiri dalam menyelenggarakan homeschooling. Sudah sepatutnya anda mempelajari undang-undang di Indonesia tentang homeschooling sebelum melaksanakan dan menerapkannya bagi anak Anda.
2. Pastikan Anda memiliki waktu untuk menemani si buah hati
Sebenarnya homeschooling tidaklah terlalu sulit. Namun, Anda harus menyiapkan waktu lebih buat buah hati Anda.
3. Ketahui pilihan Anda
Ada banyak pilihan yang tersedia untuk program homeschooling. Pilihan yang bisa Anda temukan seperti membuat sendiri kurikulum anak Anda, bergabung dengan kelompok pendukung homeschooling di sekitar daerah Anda, atau biarkan anak Anda sendiri memilih mengikuti kelas-kelas umum secara online.
4. Pastikan Anda sudah siap
Anda harus mempersiapkan banyak hal sebelum melakukan homeschooling. Beberapa hal yang benar-benar sulit adalah, orang-orang yang tidak paham dengan metode homeschooling. Hal ini membuat Anda harus memberikan pemahaman kepada mereka mengenai pilihan Anda untuk homeschooling.
5. Anda harus menyimpan beberapa catatan anak Anda
Pahamilah bahwa homeschooling tidak sama dengan sekolah reguler. Anda harus menyimpan sendiri catatan nilai anak anda. Misalnya, absensi hadir, contoh karya anak Anda yang paling baik, nilai-nilai tes, dan juga salinan dari kurikulum yang diikuti anak Anda.
Di beberapa kasus di negara lain seperti AS, ada beberapa petugas yang memasuki rumah Anda dan memeriksa kegiatan homeschooling di rumah Anda. Mereka ingin mengetahui sejauh mana pemahaman Anda mengenai homeschooling, apakah Anda mengerti tentang homeschooling.
Oleh karena itu, jika Anda ingin menerapkan metode homeschooling, harus mempelajari segala sesuatu yang berkaitan dengan itu!
Sekelumit Cerita dari Keluarga "Homeschooling"
Sekelumit Cerita dari Keluarga "Homeschooling"
Indra Akuntono | Inggried | Rabu, 10 Agustus 2011 | 08:39 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/10/08391186/Sekelumit.Cerita.dari.Keluarga.Homeschooling
Pilih "Homeschooling"? Harus Jelas Motifnya!
"Homeschooling", Kenapa Jadi Pilihan?
5 Hal yang Perlu Diketahui soal Homeschooling
Sekolah Rumah Masih Didiskriminasi
Ijazah "Homeschooling" Kerap Ditolak
JAKARTA, KOMPAS.com - Pilihan mendidik anak dengan sekolah rumah alias homeschooling kini menjadi pilihan. Tak sedikit keluarga yang telah menerapkannya. Salah satunya adalah keluarga Sumardiono. Kompas.com berkesempatan untuk menilik bagaimana dan apa alasan keluarga ini menyekolahkan anaknya di rumah. Ini cerita mereka...
Kehidupan keluarga Sumardiono yang akrap disapa Aar (42) dan istrinya Mira Julia alias atau Lala (33) tampak sederhana. Tetapi, yang menarik, mereka berani menentang arus ketika menerapkan metode pendidikan apa yang mereka anggap tepat untuk anak-anaknya. Sejak sekitar sepuluh tahun lalu, pasangan ini begitu tekun dan konsisten menggeluti homeschooling. Metode alternatif yang mereka pilih untuk memenuhi hak pendidikan pada ketiga anaknya, Yudhistira (10), Tata (6) dan Duta (3).
Aar dan Lala bercerita, keinginan mereka untuk tidak menyekolahkan anak-anaknya di sekolah formal sudah timbul jauh sebelum ia mempunyai anak. Homeschooling adalah sebuah topik obrolan yang selalu mereka diskusikan di awal pernikahan.
Aar dan Lala mempunyai kesamaan visi dan misi. Mereka berdua sepakat tidak akan menyekolahkan anak-anak mereka di sekolah formal. Alasan yang mendasari keputusan itu sangat sederhana, mereka ingin anak-anak mendapatkan metode pendidikan yang sesuai dengan pertumbuhan minat dan bakatnya.
Mereka juga khawatir "penyeragaman" pendidikan di sekolah akan membuat anak-anak mereka menjadi sulit berkembang. Belum lagi padatnya jadwal di sekolah sehingga membuat anak-anak semakin sulit mengeksplorasi dirinya. Meski pada saat itu mereka belum mengetahui persis apa itu homeschooling. Tetapi, memiliki keyakinan bahwa anak-anak mereka akan lebih baik jika tidak menempuh pendidikan di sekolah formal.
Kita butuh pendidikan alternatif yang berbeda dari yang ada. Karena kita menilai pendidikan anak-anak saat ini semakin seragam, satu model dan tidak ada alternatif jika karakter, potensi dan kecerdasannya berbeda," kata Aar kepada Kompas.com, Selasa (9/8/2011), di Jakarta.
Untuk mendukung rencana besarnya, sejak sepuluh tahun lalu, Aar dan Lala getol memelajari berbagai aliran mengenai homeschooling. Segala sumber yang berkaitan mereka kumpulkan, baik yang berasal dari internet hingga berbagai buku-buku bacaan. Semakin hari, mereka semakin kuat untuk menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya.
Saat memasuki rumah keluarga ini, tidak ada hal spesifik yang membuatnya berbeda dengan rumah-rumah pada umumnya. Homeschooling yang mereka terapkan sangat sederhana dan sangat mungkin dijangkau oleh semua kalangan. Aar dan Lala memegang kendali penuh dalam pengajaran kepada anak-anaknya.
Selain mempunyai banyak waktu dengan anak-anaknya, Aar dan Lala juga merasa tenang dan bangga karena anak-anaknya dapat tumbuh dan berkembang secara natural sesuai dengan minat dan bakatnya.
Anak-anak kami ajarkan untuk mandiri. Metode pendidikannya kami rujuk dari berbagai kurikulum yang telah disesuaikan. Beberapa waktu lalu anak pertama kami sempat kami tantang untuk mengerjakan soal-soal yang diujikan di sekolah formal, dan hasilnya sangat baik," kata Lala.
Meski begitu, Aar dan Lala mengaku tidak pernah memaksakan kehendaknya ketika menerapkan homeschooling kepada anak-anaknya. Homeschooling adalah sebuah keputusan cerdas yang menjadi pilihan seluruh awak dalam keluarga ini. Tidak tanggung-tanggung, pasangan suami istri ini rela untuk bekerja dan berada di rumah setiap hari demi untuk memberikan pelayanan dan perhatian khusus kepada perkembangan pendidikan anak-anaknya.
Rencananya, Aar dan Lala tetap akan terus menerapkan homeschooling kepada ketiga anaknya. Mereka merasa tidak pernah khawatir dengan masa depan anak-anak homeschooling. Karena saat ini banyak pekerjaan yang lebih mengedepankan output atau skills ketimbang selembar ijazah dari sekolah formal.
Jika kami bekerja di luar maka kami bisa mendapatkan uang yang lebih banyak untuk menyekolahkan anak-anak di sekolah favorit. Tapi saat ini, walau dengan penghasilan sedang, tapi kami bisa mempunyai waktu lebih banyak untuk menemani dan membimbing anak-anak saat berada di usia emas," kata Aar, yang sehari-hari mengisi waktu sebagai penulis blog ini.
Tips Sukses "Homeschooling"
Tips Sukses "Homeschooling"
Lidya Natasha Hadiwinata | Inggried | Rabu, 10 Agustus 2011 | 12:10 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/10/12105957/Tips.Sukses.Homeschooling
Komentar: 2
Share:
Dok Aktivitas putra-putri Aar dan Lala yang menjalani pendidikan di rumah alias homeschooling
TERKAIT:
"Homeschooling", Hanya Soal Pilihan
Mengenal Metode-metode "Homeschooling"
Sekelumit Cerita dari Keluarga "Homeschooling"
Pilih "Homeschooling"? Harus Jelas Motifnya!
"Homeschooling", Kenapa Jadi Pilihan?
KOMPAS.com - Belajar apa saja yang diminati. Belajar di mana saja yang disukai. Belajar kapan saja yang diinginkan. Belajar dari siapa saja yang mencerahkan. Karena belajar itu hak, bukan kewajiban. Belajar itu menyenangkan, bukan membebani.
Kata-kata di atas menjadi "penyapa", saat Anda berkunjung ke situs web www.rumahinspirasi.com. Website ini digagas oleh Sumardiono (Aar) dan istrinya, Mira Julia (Lala). Mereka menerapkan homeschooling bagi ketiga anaknya, Yudhis (10), Tata (6), dan Duta (3). Di situs web itulah, Aar dan Lala menuangkan berbagai aktivitas belajar ketiga buah hatinya.
Lala menekankan, homeschooling bukanlah saingan sekolah formal. Bukan pula alternatif karena tak ada pilihan, tetapi sebuah pilihan yang patut dipertimbangkan. Nah, dalam perbincangan Kompas.com, dengan Aar dan Lala, Selasa (9/8/2011), terangkum sejumlah poin yang bisa diterapkan agar homeschooling yang diterapkan berjalan efektif dan membuahkan hasil yang memuaskan. Yuk, disimak!
1. Jangan Hanya ikut-ikutan tren
Beberapa orang ingin agar anaknya menempuh pendidikan secara homeschooling hanya karena tren. Jika menerapkan homeschooling karena ingin "gaya-gayaan" supaya terlihat seperti keluarga 'eksklusif', tentunya tidak akan sukses. Homeschooling itu pilihan dan Anda juga harus bertanggung jawab atas perkembangan anak Anda ke depannya..
2. Orangtua = Kepala Sekolah
Memilih homeschooling artinya Anda yang bertanggung jawab atas segala proses belajar anak Anda. Dengan kata lain, orangtua berada dalam posisi kepala sekolah yang mengatur jadwal dan menentukan perkembangan anak Anda dari waktu ke waktu. Ingat, Anda yang mengatur, jadi segala pilihan ada di tangan Anda. Entah mengikutkan anak ke kursus, atau Anda yang akan mengajarinya sendiri. Intinya, jangan sampai lupa dengan jadwal Anak karena sibuk kerja atau hal-hal lainnya. Kesuksesan anak homeschooling berasal dari
3. Orangtua harus ikut belajar
Gagal atau suksesnya anak homeschooling berasal dari orangtua. Maka, sebagai orangtua, Anda pun mau tidak mau harus ikut belajar. Perkaya diri Anda dengan membaca buku, atau browsing internet sehingga jika ada pertanyaan yang dilontarkan anak, Anda dapat menjelaskan kepada mereka. Jangan malu untuk belajar hal-hal seperti Matematika atau Fisika Dasar kembali, karena belajar itu proses, tidak terbatas pada umur saja.
4. Perluas jaringan dengan praktisi homeschooling lainnya
Banyak metode dan cara pembelajaran dalam homeschooling. Maka, Anda harus memperluas jaringan dengan keluarga-keluarga yang juga menerapkan homeschooling. Ikutlah milis-milis atau klub-klub yang merupakan perkumpulan dari keluarga yang menerapkan homeschooling.
Tujuannya, agar Anda dapat bertukar ide cara belajar dengan yang lain. Salah satu contoh perkumpulan homeschooling adalah Klub Oase yang dibentuk oleh Sumardiono dan Lala. Buka wawasan Anda kalau banyak cara pembelajaran di dunia ini selain yang Anda praktikkan. Jangan pelit juga berbagi dengan teman Anda jika mendapatkan trik atau pembelajaran yang sukses Anda terapkan bagi anak.
5. Manfaatkan internet sebaik-baiknya
Bahan-bahan pembelajaran untuk homeschooling dapat Anda peroleh di internet. Mulai dari Matematika, Fisika, Kimia, Geografi, bahkan belajar tentang tulang, bisa Anda dapatkan di dunia maya. Tinggal bagaimana Anda menggunakannya dengan baik.
Carilah situs-situs yang menarik untuk bahan belajar anak Anda. Misalnya, gambar gunung 3 dimensi, atau anatomi tubuh manusia. Situs-situs ini juga bakal Anda temukan lewat teman-teman, jika Anda mengikuti tips nomor 4.
6. Pertemukan anak dengan teman-teman homeschooling lainnya
Agar anak Anda tidak bosan, ajaklah mereka untuk bertemu dengan anak-anak yang juga menjalani homeschooling. Selain menambah teman, mereka juga bisa sharing satu sama lain. Buatlah kegiatan yang menarik untuk anak Anda dan temannya seperti memasak bersama, membuat prakarya, dan lainnya.
Pendidikan adalah journey, bukan kompetisi. Pendidikan adalah perjalanan di mana Anda menemukan nilai-nilai di dalamnya. Nikmatilah proses belajar anak Anda. Dengan begini, anak-anak homeschooling juga pasti akan sukses. Bagaimana pun, pilihan ada di tangan Anda!
Lidya Natasha Hadiwinata | Inggried | Rabu, 10 Agustus 2011 | 12:10 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/10/12105957/Tips.Sukses.Homeschooling
Komentar: 2
Share:
Dok Aktivitas putra-putri Aar dan Lala yang menjalani pendidikan di rumah alias homeschooling
TERKAIT:
"Homeschooling", Hanya Soal Pilihan
Mengenal Metode-metode "Homeschooling"
Sekelumit Cerita dari Keluarga "Homeschooling"
Pilih "Homeschooling"? Harus Jelas Motifnya!
"Homeschooling", Kenapa Jadi Pilihan?
KOMPAS.com - Belajar apa saja yang diminati. Belajar di mana saja yang disukai. Belajar kapan saja yang diinginkan. Belajar dari siapa saja yang mencerahkan. Karena belajar itu hak, bukan kewajiban. Belajar itu menyenangkan, bukan membebani.
Kata-kata di atas menjadi "penyapa", saat Anda berkunjung ke situs web www.rumahinspirasi.com. Website ini digagas oleh Sumardiono (Aar) dan istrinya, Mira Julia (Lala). Mereka menerapkan homeschooling bagi ketiga anaknya, Yudhis (10), Tata (6), dan Duta (3). Di situs web itulah, Aar dan Lala menuangkan berbagai aktivitas belajar ketiga buah hatinya.
Lala menekankan, homeschooling bukanlah saingan sekolah formal. Bukan pula alternatif karena tak ada pilihan, tetapi sebuah pilihan yang patut dipertimbangkan. Nah, dalam perbincangan Kompas.com, dengan Aar dan Lala, Selasa (9/8/2011), terangkum sejumlah poin yang bisa diterapkan agar homeschooling yang diterapkan berjalan efektif dan membuahkan hasil yang memuaskan. Yuk, disimak!
1. Jangan Hanya ikut-ikutan tren
Beberapa orang ingin agar anaknya menempuh pendidikan secara homeschooling hanya karena tren. Jika menerapkan homeschooling karena ingin "gaya-gayaan" supaya terlihat seperti keluarga 'eksklusif', tentunya tidak akan sukses. Homeschooling itu pilihan dan Anda juga harus bertanggung jawab atas perkembangan anak Anda ke depannya..
2. Orangtua = Kepala Sekolah
Memilih homeschooling artinya Anda yang bertanggung jawab atas segala proses belajar anak Anda. Dengan kata lain, orangtua berada dalam posisi kepala sekolah yang mengatur jadwal dan menentukan perkembangan anak Anda dari waktu ke waktu. Ingat, Anda yang mengatur, jadi segala pilihan ada di tangan Anda. Entah mengikutkan anak ke kursus, atau Anda yang akan mengajarinya sendiri. Intinya, jangan sampai lupa dengan jadwal Anak karena sibuk kerja atau hal-hal lainnya. Kesuksesan anak homeschooling berasal dari
3. Orangtua harus ikut belajar
Gagal atau suksesnya anak homeschooling berasal dari orangtua. Maka, sebagai orangtua, Anda pun mau tidak mau harus ikut belajar. Perkaya diri Anda dengan membaca buku, atau browsing internet sehingga jika ada pertanyaan yang dilontarkan anak, Anda dapat menjelaskan kepada mereka. Jangan malu untuk belajar hal-hal seperti Matematika atau Fisika Dasar kembali, karena belajar itu proses, tidak terbatas pada umur saja.
4. Perluas jaringan dengan praktisi homeschooling lainnya
Banyak metode dan cara pembelajaran dalam homeschooling. Maka, Anda harus memperluas jaringan dengan keluarga-keluarga yang juga menerapkan homeschooling. Ikutlah milis-milis atau klub-klub yang merupakan perkumpulan dari keluarga yang menerapkan homeschooling.
Tujuannya, agar Anda dapat bertukar ide cara belajar dengan yang lain. Salah satu contoh perkumpulan homeschooling adalah Klub Oase yang dibentuk oleh Sumardiono dan Lala. Buka wawasan Anda kalau banyak cara pembelajaran di dunia ini selain yang Anda praktikkan. Jangan pelit juga berbagi dengan teman Anda jika mendapatkan trik atau pembelajaran yang sukses Anda terapkan bagi anak.
5. Manfaatkan internet sebaik-baiknya
Bahan-bahan pembelajaran untuk homeschooling dapat Anda peroleh di internet. Mulai dari Matematika, Fisika, Kimia, Geografi, bahkan belajar tentang tulang, bisa Anda dapatkan di dunia maya. Tinggal bagaimana Anda menggunakannya dengan baik.
Carilah situs-situs yang menarik untuk bahan belajar anak Anda. Misalnya, gambar gunung 3 dimensi, atau anatomi tubuh manusia. Situs-situs ini juga bakal Anda temukan lewat teman-teman, jika Anda mengikuti tips nomor 4.
6. Pertemukan anak dengan teman-teman homeschooling lainnya
Agar anak Anda tidak bosan, ajaklah mereka untuk bertemu dengan anak-anak yang juga menjalani homeschooling. Selain menambah teman, mereka juga bisa sharing satu sama lain. Buatlah kegiatan yang menarik untuk anak Anda dan temannya seperti memasak bersama, membuat prakarya, dan lainnya.
Pendidikan adalah journey, bukan kompetisi. Pendidikan adalah perjalanan di mana Anda menemukan nilai-nilai di dalamnya. Nikmatilah proses belajar anak Anda. Dengan begini, anak-anak homeschooling juga pasti akan sukses. Bagaimana pun, pilihan ada di tangan Anda!
Homeschooling" Itu..
Homeschooling" Itu...
Indra Akuntono | Inggried | Kamis, 11 Agustus 2011 | 09:09 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/11/09090091/Homeschooling.Itu.
|
Share:
Dok. Keluarga Sumardiyono Aktivitas putra Aar dan Lala yang menjalani pendidikan di rumah alias homeschooling.
TERKAIT:
Tips Sukses "Homeschooling"
"Homeschooling", Hanya Soal Pilihan
Mengenal Metode-metode "Homeschooling"
Sekelumit Cerita dari Keluarga "Homeschooling"
Pilih "Homeschooling"? Harus Jelas Motifnya!
JAKARTA, KOMPAS.com - Apa yang Anda pahami tentang homeschooling, home education, atau sekolah rumah? Pasti akan banyak penafsiran yang muncul. Homeschooling memiliki banyak model dalam penerapannya. Sebut saja, schooling at home yang memindahkan bentuk sekolah ke rumah. Model ini lengkap dengan kelasnya, laboraturium kecil sampai dengan memanggil tenaga khusus untuk mengajari anak-anak.
Yang terpenting orangtua harus tahu homeschooling ini untuk apa. Karena persiapannya lebih kepada mental.
Selanjutnya adalah model homeschooling seperti bimbingan belajar. Model ini boleh saja diterapkan dan tidak salah. Namun, metode yang dinilai paling efektif untuk diterapkan dalam homeschooling adalah model unschooling karena merupakan modifikasi dari model school at home dan bimbingan belajar. Melalui homeschooling model ini, maka anak-anak akan benar-benar terwadahi untuk tumbuh secara natural.
"Jadi, bukan anak tumbuh dengan suka-suka. Tetapi, kemudian ia belajar bersama dengan pertumbuhan minat dan bakatnya," kata Sumardiono, seorang ayah tiga anak, yang telah menerapkan homeschooling, Selasa (9/8/2011), kepada Kompas.com, di Jakarta.
Pria yang akrab disapa Aar ini menambahkan, keluarga yang menerapkan homeschooling juga bisa dibagi dua. Mereka yang menerapkan homeschooling mulai dari usia sekolah dan mereka yang menerapkan homeschooling setelah ada masalah di sekolah, seperti bullying atau alasan lainnya.
Dua jenis homeschooling itu sangat berbeda pendekatannya, cara pandang dan karaktrernya.
"Yang terpenting orangtua harus tahu homeschooling ini untuk apa. Karena persiapannya lebih kepada mental," ujarnya.
Menurut Aar, anak-anak yang sejak kecil belajar melalui homeschooling, tidak akan mengenal dunia sekolah formal. Ketika TK, sambungnya, mereka terbiasa bermain dan saat memasuki SD konteksnya menjadi berubah. Anak-anak cenderung menjadi terkekang karena tidak bisa lepas bertanya, dan membuat mereka menjadi kurang aktif. Secara tidak sadar, pendidikan sekolah formal menggiring anak-anak menjadi semakin pasif.
Lain halnya ketika anak-anak yang bersekolah di sekolah formal terpaksa mengikuti homeschooling karena mempunyai masalah di sekolah.
"Biasanya ada proses transisi. Anak-anak menjadi liar dan bingung, karena sebelumnya mereka terpaku oleh jam belajar," jelasnya.
Bagi Aar, sekolah formal membuat waktu belajar dan waktu bermain menjadi terpisah. Selepas waktu sekolah, anak-anak cenderung tidak suka belajar. Tetapi, anak-anak yang sudah menjalani homeschooling sejak kecil tetap akan tumbuh semangat belajarnya, karena waktu bermain dan waktu belajar mereka tidak pernah dipisahkan. Selain itu, karena dibiarkan tumbuh natural, anak-anak homeschooling lebih berani bertanya dan lebih eksploratif.
"Mereka bisa belajar kapan saja, pagi maupun sore, bahkan sampai malam dan pada hari Minggu, anak-anak homeschooling enggak ada masalah untuk belajar, karena sama-sama menyenangkan dengan bermain," ungkapnya.
Indra Akuntono | Inggried | Kamis, 11 Agustus 2011 | 09:09 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/11/09090091/Homeschooling.Itu.
|
Share:
Dok. Keluarga Sumardiyono Aktivitas putra Aar dan Lala yang menjalani pendidikan di rumah alias homeschooling.
TERKAIT:
Tips Sukses "Homeschooling"
"Homeschooling", Hanya Soal Pilihan
Mengenal Metode-metode "Homeschooling"
Sekelumit Cerita dari Keluarga "Homeschooling"
Pilih "Homeschooling"? Harus Jelas Motifnya!
JAKARTA, KOMPAS.com - Apa yang Anda pahami tentang homeschooling, home education, atau sekolah rumah? Pasti akan banyak penafsiran yang muncul. Homeschooling memiliki banyak model dalam penerapannya. Sebut saja, schooling at home yang memindahkan bentuk sekolah ke rumah. Model ini lengkap dengan kelasnya, laboraturium kecil sampai dengan memanggil tenaga khusus untuk mengajari anak-anak.
Yang terpenting orangtua harus tahu homeschooling ini untuk apa. Karena persiapannya lebih kepada mental.
Selanjutnya adalah model homeschooling seperti bimbingan belajar. Model ini boleh saja diterapkan dan tidak salah. Namun, metode yang dinilai paling efektif untuk diterapkan dalam homeschooling adalah model unschooling karena merupakan modifikasi dari model school at home dan bimbingan belajar. Melalui homeschooling model ini, maka anak-anak akan benar-benar terwadahi untuk tumbuh secara natural.
"Jadi, bukan anak tumbuh dengan suka-suka. Tetapi, kemudian ia belajar bersama dengan pertumbuhan minat dan bakatnya," kata Sumardiono, seorang ayah tiga anak, yang telah menerapkan homeschooling, Selasa (9/8/2011), kepada Kompas.com, di Jakarta.
Pria yang akrab disapa Aar ini menambahkan, keluarga yang menerapkan homeschooling juga bisa dibagi dua. Mereka yang menerapkan homeschooling mulai dari usia sekolah dan mereka yang menerapkan homeschooling setelah ada masalah di sekolah, seperti bullying atau alasan lainnya.
Dua jenis homeschooling itu sangat berbeda pendekatannya, cara pandang dan karaktrernya.
"Yang terpenting orangtua harus tahu homeschooling ini untuk apa. Karena persiapannya lebih kepada mental," ujarnya.
Menurut Aar, anak-anak yang sejak kecil belajar melalui homeschooling, tidak akan mengenal dunia sekolah formal. Ketika TK, sambungnya, mereka terbiasa bermain dan saat memasuki SD konteksnya menjadi berubah. Anak-anak cenderung menjadi terkekang karena tidak bisa lepas bertanya, dan membuat mereka menjadi kurang aktif. Secara tidak sadar, pendidikan sekolah formal menggiring anak-anak menjadi semakin pasif.
Lain halnya ketika anak-anak yang bersekolah di sekolah formal terpaksa mengikuti homeschooling karena mempunyai masalah di sekolah.
"Biasanya ada proses transisi. Anak-anak menjadi liar dan bingung, karena sebelumnya mereka terpaku oleh jam belajar," jelasnya.
Bagi Aar, sekolah formal membuat waktu belajar dan waktu bermain menjadi terpisah. Selepas waktu sekolah, anak-anak cenderung tidak suka belajar. Tetapi, anak-anak yang sudah menjalani homeschooling sejak kecil tetap akan tumbuh semangat belajarnya, karena waktu bermain dan waktu belajar mereka tidak pernah dipisahkan. Selain itu, karena dibiarkan tumbuh natural, anak-anak homeschooling lebih berani bertanya dan lebih eksploratif.
"Mereka bisa belajar kapan saja, pagi maupun sore, bahkan sampai malam dan pada hari Minggu, anak-anak homeschooling enggak ada masalah untuk belajar, karena sama-sama menyenangkan dengan bermain," ungkapnya.
Menunggu Pemerintah Ramah "Homeschooling"
Sekolah Rumah
Menunggu Pemerintah Ramah "Homeschooling"
Indra Akuntono | Inggried | Kamis, 11 Agustus 2011 | 09:46 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/11/09463770/Pemerintah.Diharap.Permudah.Homeschooling
Komentar: 2
Share:
Dok. Keluarga Sumardiyono Tata, putri keluarga Sumardiyono menjalani pendidikan di rumah alias homeschooling
TERKAIT:
Bagaimana Memilih Kurikulum "Homeschooling"?
"Homeschooling" Itu...
Tips Sukses "Homeschooling"
"Homeschooling", Hanya Soal Pilihan
Mengenal Metode-metode "Homeschooling"
JAKARTA, KOMPAS.com - Apa alasan banyak keluarga memilih menerapkan homeschooling bagi anak-anaknya? 1001 alasan yang terungkap. Banyak yang menilai, homeschooling merupakan wujud kekecewaan masyarakat terhadap sistem pendidikan yang diterapkan di sekolah formal. Alasan itu tak sepenuhnya benar. Ada pula orangtua yang menerapkan homeschooling karena alasan tertentu. Salah satunya Sumardiono (Aar), ayah yang sudah 10 tahun menerapkan homeschooling kepada ketiga anaknya.
Kementerian Pendidikan Nasional Kemdiknas karena kurang mengakomodir para keluarga homeschooling.
Aar mengungkapkan, homeschooling diterapkannya bukan karena kecewa terhadap sekolah formal. Tetapi, ia menginginkan agar minat dan bakat anak-anaknya bisa tumbuh dan berkembang secara maksimal.
Saya menerapkan homeschooling kepada anak-anak supaya mereka bisa bebas mengeksplorasi dirinya. Kita tidak dalam posisi menilai, tapi kita ingin pendidikan dapat berkembang. Apalagi, sejatinya anak-anak itu sepenuhnya tanggungjawab orangtua," kata Aar, Selasa (9/8/2011), kepada Kompas.com, di Jakarta.
Namun, ia mengakui ada keprihatinan terhadap pemerintah, dalam hal ini Kementerian Pendidikan Nasional (Kemdiknas) karena kurang mengakomodir para keluarga homeschooling. Bahkan, menurutnya, saat ini Kemdiknas cenderung mempersulit anak-anak homeschooling.
Penilaian itu bukan tanpa alasan. Pasalnya, meski tidak ada masalah terkait legalitas homeschooling, tetapi mulai tahun ini ada persyaratan bahwa anak-anak homeschooling harus mempunyai rapor untuk mengikuti ujian paket A, B maupun ujian paket C. Padahal sebelumnya, tidak ada persyaratan seperti itu.
Menurut saya itu kemunduran, karena jika kemudian anak-anak homeschooling ini harus mendaftar lagi ke suatu komunitas belajar, itu memerlukan biaya lagi. Padahal, dampak sosial terbesar dari homeschooling adalah memangkas biaya pendidikan," ujarnya.
Menurut Aar, ada beberapa hal yang memicu kemunduran itu. Salah satunya disebabkan oleh prasyarat kelulusan Uujian Nasional (UN) yang memasukkan 40 persen nilai rapor untuk menentukan kelulusannya. Hal ini, dinilainya, mencerminkan Kemdiknas yang meragukan proses belajar anak-anak dalam homeschooling.
Padahal, menurut Aar, pemerintah tidak perlu mensyaratkan rapor untuk mengambil ijazah ujian paket A, B maupun ujian paket C. Jika memang harus ada yang diperbaiki, menurutnya adalah proses ujiannya agar lebih bersih dan lebih baik, sehingga tidak terjadi lagi kebocoran dan kecurangan pada saat ujian.
Kalau perlu, uji saja anak-anak homeschooling. Jika gagal, biarkan mereka mencoba lagi di tahun berikutnya. Tapi jangan persyaratkan mereka menyertakan rapor. Karena itu memaksa kita untuk mendaftar pada komunitas belajar, perlu biaya, dan akhirnya akan menghilangkan esensi alternatif dalam homeschooling," papar Aar.
Kata Dewi Hughes soal "Homeschooling"
Duta PAUDNI
Kata Dewi Hughes soal "Homeschooling"
Indra Akuntono | Inggried | Kamis, 11 Agustus 2011 | 10:25 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/11/10254086/Kata.Dewi.Hughes.soal.Homeschooling
Share:
Josephus Primus Dewi Hughes, salah satu "Dewi" yang didapuk menjadi Duta Pendidikan Anak Indonesia oleh Kemdiknas.
Menunggu Pemerintah Ramah "Homeschooling"
Bagaimana Memilih Kurikulum "Homeschooling"?
"Homeschooling" Itu...
Tips Sukses "Homeschooling"
"Homeschooling", Hanya Soal Pilihan
JAKARTA, KOMPAS.com – Duta Pendidikan Anak Usia Dini, Nonformal dan Informal (PAUDNI), Dewi Hughes mengatakan, setiap anak memerlukan layanan pendidikan yang berbeda. Homeschooling atau sekolah rumah, menurut dia, bisa menjadi pilihan yang menampung berbagai sifat anak yang unik. Bukan hanya unik secara psikis dan fisik, tetapi juga unik karena berasal dari berbagai macam latar belakang budaya dan pola pikir orangtuanya.
Sistem pendidikan kita menyamaratakan semuanya. Nah, homeschooling itu ibarat desainer yang merancang busana. Tidak hanya trendi, tetapi juga sesuai dengan apa yang diperlukan.
Ia mengungkapkan, meski berada di luar sistem pendidikan nasional, homeschooling merupakan pendidikan kesetaraan dengan legalitas yang sama, tetapi lebih sesuai dengan kebutuhan anak.
“Sistem pendidikan kita menyamaratakan semuanya. Pola pikir anak dari berbagai macam latar belakang disatukan dalam satu ruang kelas. Nah, homeschooling itu ibarat desainer yang merancang busana. Tidak hanya trendi, tetapi juga sesuai dengan apa yang diperlukan. Homeschooling adalah pendidikan alternatif yang saya sambut positif,” kata Hughes kepada Kompas.com, beberapa hari lalu.
Hughes melanjutkan, homeschooling bisa juga dikatakan sebagai sarana pendidikan yang unik karena mampu menyesuaikan berbagai perbedaan. Ia mencontohkan, sama halnya dengan pendidikan di pesantren yang menggunakan sistem kesetaraan. Entah dalam sistem pendidikan religi atau perkembangan model-model yang lainnya. Jika diamati, menurut Hughes, pola homeschooling juga ada dalam lingkungan pesantren.
Kategori homeschooling
Hughes sendiri berpendapat, ada tiga kategori homeschooling. Pertama, homeschooling tunggal, dimana suatu keluarga tinggal di lokasi yang sulit mendapatkan akses pendidikan formal. Misalnya, di kawasan kaki gunung atau di tengah hutan belantara.
“Misalnya masyarakat Baduy, tanpa mereka sadari itu juga salah satu bentuk homeschooling dengan pola yang sangat kekeluargaan. Dimana para orangtua mengajarkan cara bercocok tanam, cara hidup akur berdampingan, dan bagaimana cara mereka menghormati warisan leluhur,” jelasnya.
Kedua, homeschooling majemuk, dimana para orangtua mengundang tenaga pengajar yang ahli untuk mengajarkan berbagai hal kepada anak-anaknya. Kategori ini biasanya lebih tren digunakan oleh masyarakat kota, dimana orangtua tidak memiliki cukup waktu karena terlalu sibuk bekerja atau pun karena orangtuanya tidak merasa percaya diri dengan kemampuan mereka untuk mengajar anaknya di homeschooling. Ketiga, homeschooling asosiasi, dimana jenis ini memayungi dua jenis homeschooling lainnya. Para orangtua diberik
“Misalnya si anak punya penyakit tertentu, sejatinya orangtua lebih mengetahui dan bisa lebih mengerti apa saja yang diperlukan oleh anak-anaknya. Karena anak-anak itu subjek, bukan objek,” terang Hughes.
Mengenai metodenya, Hughes menilai tidak ada metode dalam dunia pendidikan yang benar-benar absolut, dan tidak ada metode yang salah. “Itu seperti kita memperdebatkan metode apa yang paling efektif untuk perkuliahan. Apakah itu wawancara, diskusi atau lainnya,” tegasnya.
Homeschooling mahal?
Menurut Hughes, pada awalya masyarakat memang kebingungan dengan arti dari homeschooling. Selain itu, homeschooling juga kerap dicap sebagai pendidikan alternatif yang sangat mahal. Padahal, homeschooling itu sendiri adalah sebuah pendidikan kesetaraan yang pada awalnya justru diberikan secara gratis. Homeschooling, katanya, hanya sebuah nama dan bukan sekadar sekolah di rumah.
“Lucunya orang kita suka enggak mau kalo sekolah di tempat yang gratis karena tidak bergengsi dan terlanjur underestimate. Sehingga sejak 2007 lalu saya diminta oleh Kementerian Pendidikan Nasional untuk membantu menyosialisasikan homeschooling sebagai pendidikan kesetaraan. Saya coba untuk membuka cakrawala dan wawasan masyarakat mengenai homeschooling,” ungkapnya.
Selain itu, lanjut Hughes, pemikiran bahwa homeschooling mahal harus diubah. Tidak harus menyiapkan laboratorium mahal di rumah.
“Homeschooling saya rasa jauh lebih murah, karena tidak perlu ongkos untuk menuju ke sekolah, tidak ada biaya seragam, bisa menekan angka kenakalan remaja dan bullying, serta buku-buku pendukungnya juga bisa diakses melalui internet,” ujarnya.
Mendiknas: "Homeschooling" Itu Lebih Baik
Mendiknas: "Homeschooling" Itu Lebih Baik
Indra Akuntono | Inggried | Kamis, 11 Agustus 2011 | 10:58 WIB
http://edukasi.kompas.com/read/2011/08/11/10585711/Mendiknas.Homeschooling.Itu.Lebih.Baik
Kata Dewi Hughes soal "Homeschooling"
Pemerintah Diharap Permudah "Homeschooling"
Bagaimana Memilih Kurikulum "Homeschooling"?
"Homeschooling" Itu...
Tips Sukses "Homeschooling"
BOGOR, KOMPAS.com – Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Mohammad Nuh mengatakan, ada beberapa metode untuk pembelajaran di luar sekolah formal. Pada kasus-kasus tertentu metode pembelajaran bisa juga dilakukan di luar sekolah baik itu dalam bentuk parenting, homeschooling maupun metode pembelajaran lainnya. Menurut Nuh, homeschooling adalah sebuah metode pembelajaran yang legal.
Selain itu, ia menilai, homeschooling diterapkan ketika anak-anak memerlukan perhatian khusus. Misalnya, karena menderita sakit dan harus dirawat ataupun ada masalah-masalah tertentu yang membuat anak-anak memang harus menjalani pendidikan secara homeschooling.
Hal-hal khusus itulah yang kemudian dianggapnya sebagai indiktor yang wajar terkait mahalnya biaya homeschooling.
“Beberapa metode pembelajaran bisa dilakukan di luar sekolah. Misalnya, karena memang si anak memerlukan perhatian yang agak khusus. Oleh karena itu, homeschooling semakin dikenal dan itu boleh. Wajar jika kemudian menjadi mahal, karena homeschooling sangat privat. Ibarat pakaian, ada yang di butik dan ada juga yang di pasar,” kata Nuh, saat ditemui Kompas.com, akhir pekan lalu di Karang Tengah, Babakan Madang, Bogor, Jawa Barat.
Nuh mengungkapkan, agar homeschooling tidak kehilangan esensinya sebagai pendidikan alternatif, maka masyarakat dapat memilih cara lain, seperti memilih homeschooling dengan biaya yang masih dapat dijangkau.
Ia menjelaskan, para orangtua yang menerapkan homeschooling kepada anak-anaknya tidak perlu khawatir. Anak-anak homeschooling dapat menggunakan jalur ujian Paket A, B dan Paket C untuk memeroleh ijazah guna melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu, dimungkinkan juga di suatu saat anak-anak homeschooling dapat ikut ujian bergabung bersama dengan pendidikan formal.
“Homeschooling bisa menggunakan ujian tersebut untuk ujian kelulusannya. Bisa juga ikut ujian bergabung dengan pendidikan formal. Itu boleh, yang tidak boleh itu jika anak-anak tidak sekolah dan tidak belajar,” ujarnya.
Mengenai standar kurikulum dalam homeschooling, Nuh menegaskan, homeschooling tetap harus memiliki kurikulum dasar. Tetapi, pengembangan dan pendekatannya diserahkan secara penuh kepada sang pendamping atau sang pembimbing homeschooling.
“Kurikulum dasar harus ada aturannya, tetapi kan bisa disesuaikan. Yang penting materinya harus ada, kalau enggak ada patokannya maka akan sulit saat mereka ujian nanti. Intinya, homeschooling itu boleh dan lebih baik daripada si anak tidak bersekolah,” kata Nuh.
Rabu, 10 Agustus 2011
DAFTAR PANTANGAN BAGI YANG PUNYA PENYAKIT SEBAGAI BERIKUT :
DAFTAR PANTANGAN BAGI YANG PUNYA PENYAKIT SEBAGAI BERIKUT :
by JAMU Meddia agen Gresik on Wednesday, December 22, 2010 at 7:16am
http://id-id.connect.facebook.com/note.php?note_id=148973581820449
1. Amandel: Cabe, Asam, Makanan Berminyak, Es
2. Anaemia: Air Kelapa, Minuman Bersoda
3. Ambeien: Cabe, Kopi, Alkoho, Ketan Hitam, Singkong, Buah Nangka
4. Asthma: Singkong, Tape, Air, Es, Makanan Berminyak
5. Alergi Kulit: Terasi, Ikan Asin, Makanan/Minuman Berpengawet, Ayam Potong
6. AIDS/HIV: Alkohol, Udang, Kopi, Kecap Asin/Manis, Buah Durian, Roti Bakar, Daging Kambing, Ikan Bakar, Kerupuk Udang, Ayam Potong
7. Asam Urat: Santan Belinjo, Cumi, Udang, Kepiting, Kerang, Daging Sapi dan Kambing, Kacang Tanah, Bayam (Pantangan Umum)
8. Batu Ginjal, Infeksi Ginjal :Cabe, Alkohol, Kopi, Teh, Makanan/Minuman Berpengawet, Soda
9. Batu Empedu: Minuman Soda, Alkohol, Kopi, Makanan Berlemak, dan Cabe
10. Bronchitis dan Menghilangkan Bau Mulut: Air Es, Kopi, Cabe, Tape, Rokok, Durian, Nangka, Pisang Mauli, Jeruk Nipis
11. Batuk, Flu, Radang Tenggorokan: Air Es, Cokelat, Makanan Berminyak
12. Beser dan Kaki Kiri Sakit
13. Diabetes: Semangka, Nangka, Kopi, Minuman Soda, Cabe
14. Demam Berdarah, Malaria Tropika, dan Demam: Makanan/Minuman Manis, Sea Food, Duku, Langsat, Semangka
15. Diare, Muntaber: Cabe, Semangka, Santan, Nangka, Air Es
16. TBC Paru-paru/Flek Paru-paru: Jeruk Nipis, Pisang Mauli, Cabe, Durian, Jeruk Purut, Minuman Soda, Air Es, Singkong, Tape, Rokok, dan Pantangan Umum
17. Flek Hitam di Wajah, Jerawat: Cokelat, Terasi, Rokok, Kacang Tanah, Obat-obatan Kimia
18. Hipertensi: Garam, Kopi, Daging, Jeroan, Ayam Potong, Telur Asin, Empin
19. Hernia: Cabe, Kopi, Alkohol, dan Pantangan Umum
20. Infeksi Saluran Kencing, Kelamin: Cabe, Tape, Kopi, Udang, Terasi, Nangka, Sea Food
21. Infeksi, Radang Telinga: Cabe, Tape, Kopi, Udang, Terasi, Nangka, Sea Food
22. Infeksi, Radang Hati (Lever/SGOT): Daging (Sapi & Kambing), Alkohol, Margarin, Makanan Berlemak, Jeroan
23. Infeksi, Radang Pendarahan Seluruh Tubuh: Cabe, Kopi, Anggur, Alkohol Merica, Durian, Semangka
24. Impoten/Lemah Syahwat: Alkohol, Labu Putih
25. Gagal Ginjal
26 Jantung :
Jantung Bocor : Rokok, Air Kelapa, Durian, Pisang Mauli, Alkohol, Daging Kambing, Obat Perangsang, Kepiting-Klep
- Jantung Koroner & Penyempitan Pembuluh Darah:Tape, Singkong, Tape Ketan, Durian, Alkohol
- Kolesterol, Trygliceride, Kolesterol- Asam Urat: Makanan Berlemak, Daging, Santan, Kacang
27 Kanker Payudara: Daging Sapi & Kambing, Minuman Soda, Kopi, Petai, Terasi, Jengkol, Saos Tomat, Ikan Peda, Makanan/Minuman Berpengawet, Zat Pewarna
28 Kanker Rahim: Terasi, Kopi, Ayam Potong, Petai, Jengkol, Ikan Teri, Makanan/Minuman Berpengawet
29 Kanker Telinga
30 Kanker Hati (Hepatitis B): Makanan Berlemak, Cabe, Kopi, Alkohol, Margarin Segala Jenis, Kacang Tanah, Daging (Babi, Sapi, Kambing)
31 Kanker Usus
32 Kanker Darah (Leukemia): Daging Sapi, Usus, Paru, Jantung Sapi, Kopi, Makanan/Minuman Berpengawet
33 Kanker Prostat (Kantong Kemih): Terasi, Kopi, Ayam Potong, Petai, Jengkol, Ikan Teri, Makanan/Minuman Berpengawet
34 Kanker Otak
35 Kanker Tulang
36 Lumpu Akibat Gangguan Tulang Belakang – Impoten/Lemah Syahwat, Kaki Mati Rasa: Terasi, Kopi, Ayam Potong, Petai, Jengkol Ikan Teri, Makanan/Minuman Berpengawet
37 Kanker Kelenjar
38 Keputihan, Rapat Vagina, Pendarahan: Cabe, Terasi, Nanas Petai, Jengkol, Timun, Semangka
39 Katarak: Cabe, Bawang Putih (Pantangan Umum)
40 Maag, Sakit Perut, Infeksi Lambung: Cabe, Kopi, Santan, Sayur Nangka, Ketan, dan Pantangan Umum
41 Migrain, Pusing, Tengkuk Sakit, Penyempitan Syaraf Kepala: Daging (Sapi & Kambing), Ayam Potong, Minuman Soda, Mie Instan
42 Muntaber: Cabe, Tape, Semangka, Kopi, Santan, Susu, dan Pantangan Umum
43 Penyubur Kandungan: Cabe, Ikan Bakar, Roti Bakar (Semua Makanan yang dibakar), Tape, Nanas, Ayam Potong
44 Maag & Pusing
45 Maag - Jantung - Pusing
46 Rheumatik dan Asam Urat
47 Penyempitan Indung Telur: Cabe, Ikan Bakar, Roti Bakar (Semua Makanan yang dibakar), Tape, Nanas, Ayam Potong
48 Penyempitan Syaraf di Seluruh Tubuh, Syaraf Terjepit, Kram, dan Nyeri: Daging (Sapi & Kambing), Ayam Potong, Kopi, Makanan Berlemak, Durian, Minuman Bersoda, & Pantangan Umum
49 Penyempitan Pembuluh Darah di Otak & Pembekuan Darah di Otak: Daging (Sapi & Kambing), Ayam Potong, Kopi, Makanan Berlemak, Durian, Minuman Bersoda, & Pantangan Umum
50 Rheumatik, Radang Tulang, TBC Tulang, Kanker Tulang, Pengapuran Tulang:Makanan/Minuman Berpengawet, Air Kelapa, Ikan Teri, Tempe Gembos, Ikan Peda
51 Sakit Pingggang: Daging Sapi & Kambing, Belinjo, Soda, Air Kelapa
52 Sakit Tulang Belakang: Makanan/Minuman Berpengawet, Ikan Asin, dan Pantangan Umum Lainnya
53 Thypus: Cabe, Kopi, Nanas, Nasi Goreng, Margarin, Nangka, Air Es, Singkong, Ketan
54 Usus Buntu:Cabe, Kopi, Nanas, Nasi Goreng, Margarin, Nangka, Air Es, Pantangan Umum
55 Stroke Kiri: Daging, Mie Instan, Garam, Soda, Terasi, Petis, Siput Udang, Cumi-cumi, Telur Durian
56 Stroke Kanan: Daging, Mie Instan, Garam, Soda, Terasi, Petis, Siput Udang, Cumi-cumi, Telur Durian
57 Sariawan & Susah Buang Air Besar
58 Tumor: Sawi Manis?
Share
*
*
New Rudy Meddia likes this.
*
Facebook © 2011 · English (US)
by JAMU Meddia agen Gresik on Wednesday, December 22, 2010 at 7:16am
http://id-id.connect.facebook.com/note.php?note_id=148973581820449
1. Amandel: Cabe, Asam, Makanan Berminyak, Es
2. Anaemia: Air Kelapa, Minuman Bersoda
3. Ambeien: Cabe, Kopi, Alkoho, Ketan Hitam, Singkong, Buah Nangka
4. Asthma: Singkong, Tape, Air, Es, Makanan Berminyak
5. Alergi Kulit: Terasi, Ikan Asin, Makanan/Minuman Berpengawet, Ayam Potong
6. AIDS/HIV: Alkohol, Udang, Kopi, Kecap Asin/Manis, Buah Durian, Roti Bakar, Daging Kambing, Ikan Bakar, Kerupuk Udang, Ayam Potong
7. Asam Urat: Santan Belinjo, Cumi, Udang, Kepiting, Kerang, Daging Sapi dan Kambing, Kacang Tanah, Bayam (Pantangan Umum)
8. Batu Ginjal, Infeksi Ginjal :Cabe, Alkohol, Kopi, Teh, Makanan/Minuman Berpengawet, Soda
9. Batu Empedu: Minuman Soda, Alkohol, Kopi, Makanan Berlemak, dan Cabe
10. Bronchitis dan Menghilangkan Bau Mulut: Air Es, Kopi, Cabe, Tape, Rokok, Durian, Nangka, Pisang Mauli, Jeruk Nipis
11. Batuk, Flu, Radang Tenggorokan: Air Es, Cokelat, Makanan Berminyak
12. Beser dan Kaki Kiri Sakit
13. Diabetes: Semangka, Nangka, Kopi, Minuman Soda, Cabe
14. Demam Berdarah, Malaria Tropika, dan Demam: Makanan/Minuman Manis, Sea Food, Duku, Langsat, Semangka
15. Diare, Muntaber: Cabe, Semangka, Santan, Nangka, Air Es
16. TBC Paru-paru/Flek Paru-paru: Jeruk Nipis, Pisang Mauli, Cabe, Durian, Jeruk Purut, Minuman Soda, Air Es, Singkong, Tape, Rokok, dan Pantangan Umum
17. Flek Hitam di Wajah, Jerawat: Cokelat, Terasi, Rokok, Kacang Tanah, Obat-obatan Kimia
18. Hipertensi: Garam, Kopi, Daging, Jeroan, Ayam Potong, Telur Asin, Empin
19. Hernia: Cabe, Kopi, Alkohol, dan Pantangan Umum
20. Infeksi Saluran Kencing, Kelamin: Cabe, Tape, Kopi, Udang, Terasi, Nangka, Sea Food
21. Infeksi, Radang Telinga: Cabe, Tape, Kopi, Udang, Terasi, Nangka, Sea Food
22. Infeksi, Radang Hati (Lever/SGOT): Daging (Sapi & Kambing), Alkohol, Margarin, Makanan Berlemak, Jeroan
23. Infeksi, Radang Pendarahan Seluruh Tubuh: Cabe, Kopi, Anggur, Alkohol Merica, Durian, Semangka
24. Impoten/Lemah Syahwat: Alkohol, Labu Putih
25. Gagal Ginjal
26 Jantung :
Jantung Bocor : Rokok, Air Kelapa, Durian, Pisang Mauli, Alkohol, Daging Kambing, Obat Perangsang, Kepiting-Klep
- Jantung Koroner & Penyempitan Pembuluh Darah:Tape, Singkong, Tape Ketan, Durian, Alkohol
- Kolesterol, Trygliceride, Kolesterol- Asam Urat: Makanan Berlemak, Daging, Santan, Kacang
27 Kanker Payudara: Daging Sapi & Kambing, Minuman Soda, Kopi, Petai, Terasi, Jengkol, Saos Tomat, Ikan Peda, Makanan/Minuman Berpengawet, Zat Pewarna
28 Kanker Rahim: Terasi, Kopi, Ayam Potong, Petai, Jengkol, Ikan Teri, Makanan/Minuman Berpengawet
29 Kanker Telinga
30 Kanker Hati (Hepatitis B): Makanan Berlemak, Cabe, Kopi, Alkohol, Margarin Segala Jenis, Kacang Tanah, Daging (Babi, Sapi, Kambing)
31 Kanker Usus
32 Kanker Darah (Leukemia): Daging Sapi, Usus, Paru, Jantung Sapi, Kopi, Makanan/Minuman Berpengawet
33 Kanker Prostat (Kantong Kemih): Terasi, Kopi, Ayam Potong, Petai, Jengkol, Ikan Teri, Makanan/Minuman Berpengawet
34 Kanker Otak
35 Kanker Tulang
36 Lumpu Akibat Gangguan Tulang Belakang – Impoten/Lemah Syahwat, Kaki Mati Rasa: Terasi, Kopi, Ayam Potong, Petai, Jengkol Ikan Teri, Makanan/Minuman Berpengawet
37 Kanker Kelenjar
38 Keputihan, Rapat Vagina, Pendarahan: Cabe, Terasi, Nanas Petai, Jengkol, Timun, Semangka
39 Katarak: Cabe, Bawang Putih (Pantangan Umum)
40 Maag, Sakit Perut, Infeksi Lambung: Cabe, Kopi, Santan, Sayur Nangka, Ketan, dan Pantangan Umum
41 Migrain, Pusing, Tengkuk Sakit, Penyempitan Syaraf Kepala: Daging (Sapi & Kambing), Ayam Potong, Minuman Soda, Mie Instan
42 Muntaber: Cabe, Tape, Semangka, Kopi, Santan, Susu, dan Pantangan Umum
43 Penyubur Kandungan: Cabe, Ikan Bakar, Roti Bakar (Semua Makanan yang dibakar), Tape, Nanas, Ayam Potong
44 Maag & Pusing
45 Maag - Jantung - Pusing
46 Rheumatik dan Asam Urat
47 Penyempitan Indung Telur: Cabe, Ikan Bakar, Roti Bakar (Semua Makanan yang dibakar), Tape, Nanas, Ayam Potong
48 Penyempitan Syaraf di Seluruh Tubuh, Syaraf Terjepit, Kram, dan Nyeri: Daging (Sapi & Kambing), Ayam Potong, Kopi, Makanan Berlemak, Durian, Minuman Bersoda, & Pantangan Umum
49 Penyempitan Pembuluh Darah di Otak & Pembekuan Darah di Otak: Daging (Sapi & Kambing), Ayam Potong, Kopi, Makanan Berlemak, Durian, Minuman Bersoda, & Pantangan Umum
50 Rheumatik, Radang Tulang, TBC Tulang, Kanker Tulang, Pengapuran Tulang:Makanan/Minuman Berpengawet, Air Kelapa, Ikan Teri, Tempe Gembos, Ikan Peda
51 Sakit Pingggang: Daging Sapi & Kambing, Belinjo, Soda, Air Kelapa
52 Sakit Tulang Belakang: Makanan/Minuman Berpengawet, Ikan Asin, dan Pantangan Umum Lainnya
53 Thypus: Cabe, Kopi, Nanas, Nasi Goreng, Margarin, Nangka, Air Es, Singkong, Ketan
54 Usus Buntu:Cabe, Kopi, Nanas, Nasi Goreng, Margarin, Nangka, Air Es, Pantangan Umum
55 Stroke Kiri: Daging, Mie Instan, Garam, Soda, Terasi, Petis, Siput Udang, Cumi-cumi, Telur Durian
56 Stroke Kanan: Daging, Mie Instan, Garam, Soda, Terasi, Petis, Siput Udang, Cumi-cumi, Telur Durian
57 Sariawan & Susah Buang Air Besar
58 Tumor: Sawi Manis?
Share
*
*
New Rudy Meddia likes this.
*
Facebook © 2011 · English (US)
Socialization: Homeschoolers Are in the Real World
Socialization: Homeschoolers Are in the Real World
http://www.hslda.org/docs/nche/000000/00000068.asp
By Chris Klicka, Senior Counsel for the
Home School Legal Defense Association
Academically homeschoolers have generally excelled, but some critics have continued to challenge them on an apparent "lack of socialization" or "isolation from the world." Often there is a charge that homeschoolers are not learning how to live in the "real world." However, a closer look at public school training shows that it is actually public school children who are not living in the real world.
For instance, public school children are confined to a classroom for at least 180 days each year with little opportunity to be exposed to the workplace or to go on field trips. The children are trapped with a group of children their own age with little chance to relate to children of other ages or adults. They learn in a vacuum where there are no absolute standards. They are given little to no responsibility, and everything is provided for them. The opportunity to pursue their interests and to apply their
Homeschoolers, on the other hand, do not have the above problems. They are completely prepared for the "real world" of the workplace and the home. They relate regularly with adults and follow their examples rather than the examples of foolish peers. They learn based on "hands on" experiences and early apprenticeship training. In fact, the only "socialization" or aspect of the "real world" which they miss out on by not attending the public school is unhealthy peer pressure, crime, and immorality. Of course,
Practically, homeschoolers generally overcome the potential for "isolation" through heavy involvement in church youth groups, 4H clubs, music and art lessons, Little League sports participation, YMCA, Scouts, singing groups, activities with neighborhood children, academic contests (spelling bees, orations, creative and research papers), and regular involvement in field trips. In fact, one researcher stated, "The investigator was not prepared for the level of commitment exhibited by the parents in getting t
In nearly every community throughout the country, local homeschool support groups have formed in addition to the state-wide homeschool associations. In many areas these local support groups sponsor weekly and monthly activities for the homeschool students, including physical education classes, special speakers, sports, camping, trips to museums, industries, farms, parks, historic sites, and hundreds of other activities. Regular contests are also held including spelling bees, science fairs, wood working con
In addition, several studies have been done to measure homeschoolers' "self-concept," which is the key objective indicator for establishing a child's self-esteem. A child's degree of self-esteem is one of the best measurements of his ability to successfully interact on a social level. One such study was conducted by John Wesley Taylor, using the Piers-Harris Children's Self-Concept Scale to evaluate 224 home-schooled children. They study found that 50 percent of the children scored above the 90th percentil
Another researcher compared private school nine-year-olds with homeschool nine-year-olds and found no significant differences in the groups in virtually all psycho-social areas. However, in the area of social adjustment, a significant difference was discovered: "private-school subjects appeared to be more concerned with peers than the home-educated group."4 This is certainly an advantage for home-schooled children who can avoid negative peer influence.
In 2004, Dr. Susan McDowell wrote “But What About Socialization? Answering the Perpetual Home Schooling Question: A Review of the Literature” following a challenge to document the common idea that homeschoolers are not socialized in comparison to those students in public schools. McDowell, whose PhD from Vanderbilt University is in educational leadership, claims: “It’s a non-issue today. All the research shows children are doing well.”5
Dr. Linda Montgomery studied homeschool students between the ages of ten and twenty-one and concluded that home-schooled children are not isolated from social activities with other youth. She also concluded that homeschooling may nurture leadership at least as well as the conventional schools do.6
Thomas Smedley prepared a master's thesis for Radford University of Virginia on "The Socialization of Homeschool Children." Smedley used the Vineland Adaptive Behavior Scales to evaluate the social maturity of twenty home-schooled children and thirteen demographically matched public school children. The communication skills, socialization, and daily living skills were evaluated. These scores were combined into the "Adoptive Behavior Composite" which reflects the general maturity of each subject.
Smedley had this information processed using the statistical program for the social sciences and the results demonstrated that the home-schooled children were better socialized and more mature than the children in the public school. The home-schooled children scored in the 84th percentile while the matched sample of public school children only scored in the 27th percentile.
Smedley further found that:
In the public school system, children are socialized horizontally, and temporarily, into conformity with their immediate peers. Home educators seek to socialize their children vertically, toward responsibility, service, and adulthood, with an eye on eternity.7
In another 1992 study, Dr. Larry Shyers compared behaviors and social development test scores of two groups of seventy children ages eight to ten. One group was being educated at home while the other group attended public and private schools. He found that the home-schooled children did not lag behind children attending public or private schools in social development.
Dr. Shyers further discovered that the home-schooled children had consistently fewer behavioral problems. The study indicated that home-schooled children behave better because they tend to imitate their parents while conventionally-schooled children model themselves after their peers. Shyers states, "The results seem to show that a child's social development depends more on adult contact and less on contact with other children as previously thought."8
Dr. Brian Ray reviewed the results of four other studies on the socialization of homeschoolers and found:
Rakestraw, Reynolds, Schemmer, and Wartes have each studied aspects of the social activities and emotional characteristics of home-schooled children. They found that these children are actively involved in many activities outside the home with peers, different-aged children, and adults. The data from their research suggests that homeschoolers are not being socially isolated, nor are they emotionally maladjusted.9
J. Gary Knowles, University of Michigan Assistant Professor of Education, released a study done at the University of Michigan which found that teaching children at home will not make them social misfits. Knowles surveyed 53 adults who were taught at home because of ideology or geographical isolation. He found that two thirds were married, which is the norm for adults their age. None were unemployed or on welfare. He found more than three fourths felt that being taught at home had helped them to interact wi
As mentioned earlier, the greatest benefit from homeschool socialization is that the child can be protected from the negative socialization of the public schools associated with peer pressure, such as rebellious attitudes, immaturity, immorality, drugs, and violent behavior.
Adapted from The Right Choice: Home Schooling by Christopher J. Klicka.
Footnotes
1. "Socialization Practices of Christian Home School Educators in the State of Virginia," a study of ten Virginia home school families, performed by Dr. Kathie Carwile, appeared in the Home School Researcher, Vol. 7, No. 1, December 1991.
2. R. Meighan, "Political Consciousness and Home-Based Education, Educational Review 36 (1984):165-73.
3. Dr. John Wesley Taylor, Self-Concept in Home Schooling Children (Ann Arbor, Mich.: University Microfilms International), Order No. DA8624219. This study was done as part of a dissertation at Andrews University. The results of the testing of the 224 home-schooled students was compared to the testing results of 1,183 conventionally schooled children.
4. Dr. Mona Delahooke, "Home Educated Children's Social/Emotional Adjustment and Academic Achievements: A Comprehensive Study," unpublished doctoral dissertation, California School of Professional Psychology, Los Angeles, 1986, 85.
5 Dr. Susan McDowell, “But What About Socialization? Answering the Perpetual Home Schooling Question: a Review of the Literature,” as quoted in “Researchers Say Socialization No Longer an Issue” from The Christian Post http://www.christianpost.com/article/20050526/7552_Researchers_Say_Socialization_No_Longer_an_''Issue''.htm
6. Dr. Linda Montgomery, "The Effect of Home Schooling on Leadership Skills of Home Schooled Students," Home School Researcher (5) 1, 1989.
7. Thomas C. Smedley, M.S., "Socialization of Home Schooled Children: A Communication Approach," thesis submitted and approved for Master of Science in Corporate and Professional Communication, Radford University, Radford, Virginia, May 1992. (Unpublished.)
8. Dr. Larry Shyers, "Comparison of Social Adjustment Between Home and Traditionally Schooled Students," unpublished doctoral dissertation at University of Florida's College of Education, 1992. Dr. Shyers is a psychotherapist who is the Chairman of the Florida Board of Clinical Social Work, Marriage and Family Therapy, and Mental Health Counseling.
9. Dr. Brian Ray, "Review of Home Education Research," The Teaching Home, August/September 1989, 49. See Rakestraw, "An Analysis of Home Schooling for Elementary School-Age Children in Alabama," doctoral dissertation, University of Alabama, Tuscaloosa, AL, 1987; Reynolds, "How Home School Families Operate on a Day-to-Day Basis: Three Case Studies," unpublished doctoral dissertation, Brigham Young University, Provo, UT, 1985; and
Sosialisasi: homeschooler Apakah di Dunia Nyata
http://www.hslda.org/docs/nche/000000/00000068.asp
Oleh Chris Klicka, Penasihat Senior untuk
Depan Sekolah Hukum Asosiasi Pertahanan
Akademis homeschooler umumnya unggul, tetapi beberapa kritikus terus menantang mereka pada "kurangnya sosialisasi" jelas atau "isolasi dari dunia." Sering ada tuduhan bahwa homeschooler tidak belajar bagaimana hidup di "dunia nyata." Namun, melihat lebih dekat pada pelatihan sekolah umum menunjukkan bahwa sebenarnya anak-anak sekolah negeri yang tidak hidup di dunia nyata.
Misalnya, anak-anak sekolah umum terbatas pada kelas untuk setidaknya 180 hari setiap tahun dengan sedikit kesempatan untuk terkena tempat kerja atau melakukan perjalanan lapangan. Anak-anak terjebak dengan sekelompok anak-anak usia mereka sendiri dengan sedikit kesempatan untuk berhubungan dengan anak-anak usia lain atau orang dewasa. Mereka belajar dalam vakum di mana tidak ada standar mutlak. Mereka diberi sedikit tanggung jawab, dan semuanya sudah disediakan untuk mereka. Kesempatan untuk mengejar kepe
Homeschooler, di sisi lain, tidak memiliki masalah di atas. Mereka benar-benar siap untuk "dunia nyata" dari tempat kerja dan rumah. Mereka berhubungan secara teratur dengan orang dewasa dan mengikuti contoh mereka daripada contoh dari rekan-rekan bodoh. Mereka belajar didasarkan pada "tangan di atas" pengalaman dan pelatihan magang awal. Bahkan, "sosialisasi" saja atau aspek dari "dunia nyata" yang mereka lewatkan dengan tidak menghadiri sekolah umum adalah peer tekanan tidak sehat, kejahatan, dan amorali
Praktis, homeschooler umumnya mengatasi potensi untuk "isolasi" melalui keterlibatan berat di kelompok pemuda gereja, klub 4H, musik dan pelajaran seni, Liga Kecil partisipasi olahraga, YMCA, Pramuka, kelompok bernyanyi, kegiatan dengan anak-anak tetangga, kontes akademik (lebah ejaan, pidato, makalah kreatif dan penelitian), dan keterlibatan reguler dalam perjalanan lapangan. Bahkan, salah satu peneliti menyatakan, "penyidik itu tidak siap untuk tingkat komitmen yang ditunjukkan oleh orang tua dalam menda
Dalam hampir setiap komunitas di seluruh negeri, kelompok pendukung homeschool lokal telah terbentuk di samping negara-lebar asosiasi homeschooling. Di banyak daerah kelompok-kelompok dukungan lokal mensponsori kegiatan-kegiatan mingguan dan bulanan untuk para siswa homeschooling, termasuk kelas pendidikan jasmani, speaker khusus, olahraga, berkemah, perjalanan ke museum, industri, peternakan, taman, tempat bersejarah, dan ratusan kegiatan lain. Kontes reguler juga diadakan termasuk lebah ejaan, pameran il
Selain itu, beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur 'homeschooler "konsep diri", yang merupakan indikator tujuan utama untuk mendirikan anak harga diri. Sebuah gelar anak harga diri adalah salah satu pengukuran terbaik dari kemampuannya untuk berhasil berinteraksi pada tingkat sosial. Satu studi seperti itu dilakukan oleh John Wesley Taylor, menggunakan Konsep Diri Skala Piers Harris-anak untuk mengevaluasi 224 home-schooling anak-anak. Mereka studi menemukan bahwa 50 persen dari anak-anak mence
Peneliti lain dibandingkan sekolah swasta sembilan-year-olds dengan homeschooling sembilan-year-olds dan tidak menemukan perbedaan signifikan dalam kelompok-kelompok di hampir semua daerah psiko-sosial. Namun, di bidang penyesuaian sosial, perbedaan yang signifikan ditemukan: "sekolah swasta mata pelajaran tampaknya lebih peduli dengan rekan-rekan dari kelompok rumah berpendidikan." 4 Hal ini tentunya merupakan keuntungan bagi home-schooling anak-anak yang dapat menghindari negatif pengaruh teman sebaya.
Pada tahun 2004, Dr Susan McDowell menulis "Tapi Apa Tentang Sosialisasi? Menjawab Pertanyaan Depan Sekolah Abadi: Sebuah Tinjauan Literatur yang "berikut tantangan untuk mendokumentasikan gagasan umum bahwa homeschooler tidak disosialisasikan dibandingkan dengan para siswa di sekolah umum. McDowell, yang PhD dari Vanderbilt University adalah dalam kepemimpinan pendidikan, klaim: "Ini adalah hari non-isu. Semua penelitian menunjukkan anak-anak lakukan dengan baik "5.
Dr Linda Montgomery belajar siswa homeschooling antara usia sepuluh dan dua puluh satu dan menyimpulkan bahwa rumah-schooling anak-anak tidak terisolasi dari kegiatan sosial dengan pemuda lain. Dia juga menyimpulkan bahwa homeschooling dapat memupuk kepemimpinan setidaknya serta sekolah-sekolah konvensional do.6
Thomas Smedley mempersiapkan tesis master untuk Radford Universitas Virginia pada "Sosialisasi Anak Homeschool." Smedley menggunakan Vineland Perilaku Adaptif Timbangan untuk mengevaluasi kematangan sosial dua puluh home schooling anak-anak dan tiga belas anak demografi dipasangkan dengan sekolah umum. Keterampilan komunikasi, sosialisasi, dan keterampilan hidup sehari-hari dievaluasi. Nilai ini digabungkan ke dalam "Perilaku Komposit angkat" yang mencerminkan kematangan umum setiap subyek.
Smedley memiliki informasi ini diolah dengan menggunakan program statistik untuk ilmu sosial dan hasil menunjukkan bahwa rumah-schooling anak-anak lebih baik disosialisasikan dan lebih dewasa daripada anak-anak di sekolah umum. Rumah-schooling anak-anak mencetak gol di persentil 84 sementara sampel cocok anak-anak sekolah umum hanya mencetak di persentil 27.
Smedley lebih lanjut menemukan bahwa:
Dalam sistem sekolah umum, anak-anak disosialisasikan horizontal, dan untuk sementara, menjadi sesuai dengan rekan-rekan dekat mereka. Rumah pendidik berusaha untuk mensosialisasikan anak-anak mereka secara vertikal, terhadap tanggung jawab, pelayanan, dan dewasa, dengan mata pada eternity.7
Dalam studi lain tahun 1992, Dr Larry Shyers perilaku dibandingkan dan nilai tes perkembangan sosial dua kelompok anak-anak usia 78-10. Satu kelompok sedang dididik di rumah sementara kelompok lain bersekolah di sekolah umum dan swasta. Ia menemukan bahwa rumah-schooling anak-anak tidak ketinggalan anak-anak menghadiri sekolah umum atau swasta dalam pembangunan sosial.
Dr Shyers lebih lanjut menemukan bahwa rumah-schooling anak memiliki masalah perilaku lebih sedikit konsisten. Studi ini menunjukkan bahwa rumah-schooling anak-anak berperilaku lebih baik karena mereka cenderung meniru orangtua mereka sementara konvensional-schooling anak-anak sendiri setelah model yang rekan-rekan mereka. Shyers menyatakan, "Hasil tampaknya menunjukkan bahwa pembangunan sosial anak lebih tergantung pada kontak dengan orang dewasa dan kurang pada kontak dengan anak lain seperti yang diduga
Dr Brian Ray terakhir hasil dari empat penelitian lain pada sosialisasi homeschooler dan menemukan:
Rakestraw, Reynolds, Schemmer, dan Wartes masing-masing mempelajari aspek kegiatan sosial dan karakteristik emosional rumah-schooling anak-anak. Mereka menemukan bahwa anak-anak secara aktif terlibat dalam banyak kegiatan di luar rumah dengan teman sebaya, yang berbeda usia anak-anak, dan orang dewasa. Data dari penelitian mereka menunjukkan bahwa homeschooler yang tidak terisolasi secara sosial, mereka juga tidak emosional maladjusted.9
J. Gary Knowles, Universitas Asisten Profesor Michigan Pendidikan, merilis sebuah penelitian yang dilakukan di University of Michigan yang menemukan bahwa mengajar anak di rumah tidak akan membuat mereka menyesuaikan diri sosial. Knowles disurvei 53 orang dewasa yang diajarkan di rumah karena ideologi atau isolasi geografis. Dia menemukan bahwa dua pertiga menikah, yang adalah norma untuk orang dewasa usia mereka. Tidak ada yang menganggur atau kesejahteraan. Ia menemukan lebih dari tiga perempat merasa ba
Seperti disebutkan sebelumnya, manfaat terbesar dari sosialisasi homeschool adalah bahwa anak dapat dilindungi dari sosialisasi negatif dari sekolah publik yang terkait dengan tekanan teman sebaya, seperti sikap memberontak, ketidakdewasaan, amoralitas, obat-obatan, dan perilaku kekerasan.
Diadaptasi dari The Pilihan Tepat: Sekolah Home oleh Christopher J. Klicka.
Catatan kaki
1. "Sosialisasi Praktek Pendidik Sekolah Rumah Kristen di Negara Bagian Virginia," muncul sebuah studi dari sepuluh rumah keluarga sekolah di Virginia, yang dilakukan oleh Dr Kathie Carwile, di Sekolah Peneliti Utama, Vol. 7, No 1, Desember 1991.
2. R. Meighan, "Kesadaran Politik dan Home Pendidikan Berbasis Review Pendidikan 36 (1984) :165-73.
3. Dr John Wesley Taylor, Self-Concept pada Anak Sekolah Rumah (Ann Arbor, Mich: Universitas mikrofilm Internasional), Order No DA8624219. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari disertasi di Andrews University. Hasil pengujian dari 224 home-schooling siswa dibandingkan dengan hasil pengujian 1.183 anak konvensional schooling.
4. Dr Mona Delahooke, "Rumah Anak-anak terdidik yang Penyesuaian Sosial / Emosional dan Prestasi Akademik: Sebuah Studi Komprehensif," disertasi doktor tidak dipublikasikan, California Sekolah Psikologi Profesional, Los Angeles, 1986, 85.
5 Dr Susan McDowell, "Tapi Apa Tentang Sosialisasi? Menjawab Pertanyaan Depan Sekolah Abadi: Review dari Sastra, "seperti dikutip dalam" Para peneliti Katakanlah Sosialisasi Tak Lagi Masalah "dari The Christian Post
6. Dr Linda Montgomery, "Pengaruh Sekolah Rumah tentang Keterampilan Kepemimpinan Mahasiswa Rumah dididik," Home Peneliti Sekolah (5) 1, 1989.
7. Thomas C. Smedley, MS, "Sosialisasi Anak dididik Depan: Sebuah Pendekatan Komunikasi," diajukan tesis dan disetujui untuk Master of Science dalam Corporate Communication dan Profesional, Radford University, Radford, Virginia, Mei 1992. (Unpublished.)
8. Dr Larry Shyers, "Perbandingan Antara Penyesuaian Sosial Rumah dan Siswa tradisional disekolahkan," disertasi doktor tidak dipublikasikan di University College Florida Pendidikan, 1992. Dr Shyers adalah seorang psikoterapis yang merupakan Ketua Dewan Florida Konseling Kesehatan Kerja, Pernikahan dan Keluarga Terapi, dan Mental Sosial Klinis.
9. Dr Brian Ray, "Review Penelitian Pendidikan Home," The Home Pengajaran, Agustus / September 1989, 49. Lihat Rakestraw, "Sebuah Analisis Sekolah Dasar Home untuk Anak Usia Sekolah di Alabama," disertasi doktor, University of Alabama, Tuscaloosa, AL, 1987; Reynolds, "Bagaimana Depan Keluarga Sekolah Mengoperasikan pada Dasar Sehari-Hari: Tiga Studi Kasus, "disertasi doktor tidak dipublikasikan, Universitas Brigham Young, Provo, UT, 1985; dan
http://www.hslda.org/docs/nche/000000/00000068.asp
By Chris Klicka, Senior Counsel for the
Home School Legal Defense Association
Academically homeschoolers have generally excelled, but some critics have continued to challenge them on an apparent "lack of socialization" or "isolation from the world." Often there is a charge that homeschoolers are not learning how to live in the "real world." However, a closer look at public school training shows that it is actually public school children who are not living in the real world.
For instance, public school children are confined to a classroom for at least 180 days each year with little opportunity to be exposed to the workplace or to go on field trips. The children are trapped with a group of children their own age with little chance to relate to children of other ages or adults. They learn in a vacuum where there are no absolute standards. They are given little to no responsibility, and everything is provided for them. The opportunity to pursue their interests and to apply their
Homeschoolers, on the other hand, do not have the above problems. They are completely prepared for the "real world" of the workplace and the home. They relate regularly with adults and follow their examples rather than the examples of foolish peers. They learn based on "hands on" experiences and early apprenticeship training. In fact, the only "socialization" or aspect of the "real world" which they miss out on by not attending the public school is unhealthy peer pressure, crime, and immorality. Of course,
Practically, homeschoolers generally overcome the potential for "isolation" through heavy involvement in church youth groups, 4H clubs, music and art lessons, Little League sports participation, YMCA, Scouts, singing groups, activities with neighborhood children, academic contests (spelling bees, orations, creative and research papers), and regular involvement in field trips. In fact, one researcher stated, "The investigator was not prepared for the level of commitment exhibited by the parents in getting t
In nearly every community throughout the country, local homeschool support groups have formed in addition to the state-wide homeschool associations. In many areas these local support groups sponsor weekly and monthly activities for the homeschool students, including physical education classes, special speakers, sports, camping, trips to museums, industries, farms, parks, historic sites, and hundreds of other activities. Regular contests are also held including spelling bees, science fairs, wood working con
In addition, several studies have been done to measure homeschoolers' "self-concept," which is the key objective indicator for establishing a child's self-esteem. A child's degree of self-esteem is one of the best measurements of his ability to successfully interact on a social level. One such study was conducted by John Wesley Taylor, using the Piers-Harris Children's Self-Concept Scale to evaluate 224 home-schooled children. They study found that 50 percent of the children scored above the 90th percentil
Another researcher compared private school nine-year-olds with homeschool nine-year-olds and found no significant differences in the groups in virtually all psycho-social areas. However, in the area of social adjustment, a significant difference was discovered: "private-school subjects appeared to be more concerned with peers than the home-educated group."4 This is certainly an advantage for home-schooled children who can avoid negative peer influence.
In 2004, Dr. Susan McDowell wrote “But What About Socialization? Answering the Perpetual Home Schooling Question: A Review of the Literature” following a challenge to document the common idea that homeschoolers are not socialized in comparison to those students in public schools. McDowell, whose PhD from Vanderbilt University is in educational leadership, claims: “It’s a non-issue today. All the research shows children are doing well.”5
Dr. Linda Montgomery studied homeschool students between the ages of ten and twenty-one and concluded that home-schooled children are not isolated from social activities with other youth. She also concluded that homeschooling may nurture leadership at least as well as the conventional schools do.6
Thomas Smedley prepared a master's thesis for Radford University of Virginia on "The Socialization of Homeschool Children." Smedley used the Vineland Adaptive Behavior Scales to evaluate the social maturity of twenty home-schooled children and thirteen demographically matched public school children. The communication skills, socialization, and daily living skills were evaluated. These scores were combined into the "Adoptive Behavior Composite" which reflects the general maturity of each subject.
Smedley had this information processed using the statistical program for the social sciences and the results demonstrated that the home-schooled children were better socialized and more mature than the children in the public school. The home-schooled children scored in the 84th percentile while the matched sample of public school children only scored in the 27th percentile.
Smedley further found that:
In the public school system, children are socialized horizontally, and temporarily, into conformity with their immediate peers. Home educators seek to socialize their children vertically, toward responsibility, service, and adulthood, with an eye on eternity.7
In another 1992 study, Dr. Larry Shyers compared behaviors and social development test scores of two groups of seventy children ages eight to ten. One group was being educated at home while the other group attended public and private schools. He found that the home-schooled children did not lag behind children attending public or private schools in social development.
Dr. Shyers further discovered that the home-schooled children had consistently fewer behavioral problems. The study indicated that home-schooled children behave better because they tend to imitate their parents while conventionally-schooled children model themselves after their peers. Shyers states, "The results seem to show that a child's social development depends more on adult contact and less on contact with other children as previously thought."8
Dr. Brian Ray reviewed the results of four other studies on the socialization of homeschoolers and found:
Rakestraw, Reynolds, Schemmer, and Wartes have each studied aspects of the social activities and emotional characteristics of home-schooled children. They found that these children are actively involved in many activities outside the home with peers, different-aged children, and adults. The data from their research suggests that homeschoolers are not being socially isolated, nor are they emotionally maladjusted.9
J. Gary Knowles, University of Michigan Assistant Professor of Education, released a study done at the University of Michigan which found that teaching children at home will not make them social misfits. Knowles surveyed 53 adults who were taught at home because of ideology or geographical isolation. He found that two thirds were married, which is the norm for adults their age. None were unemployed or on welfare. He found more than three fourths felt that being taught at home had helped them to interact wi
As mentioned earlier, the greatest benefit from homeschool socialization is that the child can be protected from the negative socialization of the public schools associated with peer pressure, such as rebellious attitudes, immaturity, immorality, drugs, and violent behavior.
Adapted from The Right Choice: Home Schooling by Christopher J. Klicka.
Footnotes
1. "Socialization Practices of Christian Home School Educators in the State of Virginia," a study of ten Virginia home school families, performed by Dr. Kathie Carwile, appeared in the Home School Researcher, Vol. 7, No. 1, December 1991.
2. R. Meighan, "Political Consciousness and Home-Based Education, Educational Review 36 (1984):165-73.
3. Dr. John Wesley Taylor, Self-Concept in Home Schooling Children (Ann Arbor, Mich.: University Microfilms International), Order No. DA8624219. This study was done as part of a dissertation at Andrews University. The results of the testing of the 224 home-schooled students was compared to the testing results of 1,183 conventionally schooled children.
4. Dr. Mona Delahooke, "Home Educated Children's Social/Emotional Adjustment and Academic Achievements: A Comprehensive Study," unpublished doctoral dissertation, California School of Professional Psychology, Los Angeles, 1986, 85.
5 Dr. Susan McDowell, “But What About Socialization? Answering the Perpetual Home Schooling Question: a Review of the Literature,” as quoted in “Researchers Say Socialization No Longer an Issue” from The Christian Post http://www.christianpost.com/article/20050526/7552_Researchers_Say_Socialization_No_Longer_an_''Issue''.htm
6. Dr. Linda Montgomery, "The Effect of Home Schooling on Leadership Skills of Home Schooled Students," Home School Researcher (5) 1, 1989.
7. Thomas C. Smedley, M.S., "Socialization of Home Schooled Children: A Communication Approach," thesis submitted and approved for Master of Science in Corporate and Professional Communication, Radford University, Radford, Virginia, May 1992. (Unpublished.)
8. Dr. Larry Shyers, "Comparison of Social Adjustment Between Home and Traditionally Schooled Students," unpublished doctoral dissertation at University of Florida's College of Education, 1992. Dr. Shyers is a psychotherapist who is the Chairman of the Florida Board of Clinical Social Work, Marriage and Family Therapy, and Mental Health Counseling.
9. Dr. Brian Ray, "Review of Home Education Research," The Teaching Home, August/September 1989, 49. See Rakestraw, "An Analysis of Home Schooling for Elementary School-Age Children in Alabama," doctoral dissertation, University of Alabama, Tuscaloosa, AL, 1987; Reynolds, "How Home School Families Operate on a Day-to-Day Basis: Three Case Studies," unpublished doctoral dissertation, Brigham Young University, Provo, UT, 1985; and
Sosialisasi: homeschooler Apakah di Dunia Nyata
http://www.hslda.org/docs/nche/000000/00000068.asp
Oleh Chris Klicka, Penasihat Senior untuk
Depan Sekolah Hukum Asosiasi Pertahanan
Akademis homeschooler umumnya unggul, tetapi beberapa kritikus terus menantang mereka pada "kurangnya sosialisasi" jelas atau "isolasi dari dunia." Sering ada tuduhan bahwa homeschooler tidak belajar bagaimana hidup di "dunia nyata." Namun, melihat lebih dekat pada pelatihan sekolah umum menunjukkan bahwa sebenarnya anak-anak sekolah negeri yang tidak hidup di dunia nyata.
Misalnya, anak-anak sekolah umum terbatas pada kelas untuk setidaknya 180 hari setiap tahun dengan sedikit kesempatan untuk terkena tempat kerja atau melakukan perjalanan lapangan. Anak-anak terjebak dengan sekelompok anak-anak usia mereka sendiri dengan sedikit kesempatan untuk berhubungan dengan anak-anak usia lain atau orang dewasa. Mereka belajar dalam vakum di mana tidak ada standar mutlak. Mereka diberi sedikit tanggung jawab, dan semuanya sudah disediakan untuk mereka. Kesempatan untuk mengejar kepe
Homeschooler, di sisi lain, tidak memiliki masalah di atas. Mereka benar-benar siap untuk "dunia nyata" dari tempat kerja dan rumah. Mereka berhubungan secara teratur dengan orang dewasa dan mengikuti contoh mereka daripada contoh dari rekan-rekan bodoh. Mereka belajar didasarkan pada "tangan di atas" pengalaman dan pelatihan magang awal. Bahkan, "sosialisasi" saja atau aspek dari "dunia nyata" yang mereka lewatkan dengan tidak menghadiri sekolah umum adalah peer tekanan tidak sehat, kejahatan, dan amorali
Praktis, homeschooler umumnya mengatasi potensi untuk "isolasi" melalui keterlibatan berat di kelompok pemuda gereja, klub 4H, musik dan pelajaran seni, Liga Kecil partisipasi olahraga, YMCA, Pramuka, kelompok bernyanyi, kegiatan dengan anak-anak tetangga, kontes akademik (lebah ejaan, pidato, makalah kreatif dan penelitian), dan keterlibatan reguler dalam perjalanan lapangan. Bahkan, salah satu peneliti menyatakan, "penyidik itu tidak siap untuk tingkat komitmen yang ditunjukkan oleh orang tua dalam menda
Dalam hampir setiap komunitas di seluruh negeri, kelompok pendukung homeschool lokal telah terbentuk di samping negara-lebar asosiasi homeschooling. Di banyak daerah kelompok-kelompok dukungan lokal mensponsori kegiatan-kegiatan mingguan dan bulanan untuk para siswa homeschooling, termasuk kelas pendidikan jasmani, speaker khusus, olahraga, berkemah, perjalanan ke museum, industri, peternakan, taman, tempat bersejarah, dan ratusan kegiatan lain. Kontes reguler juga diadakan termasuk lebah ejaan, pameran il
Selain itu, beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengukur 'homeschooler "konsep diri", yang merupakan indikator tujuan utama untuk mendirikan anak harga diri. Sebuah gelar anak harga diri adalah salah satu pengukuran terbaik dari kemampuannya untuk berhasil berinteraksi pada tingkat sosial. Satu studi seperti itu dilakukan oleh John Wesley Taylor, menggunakan Konsep Diri Skala Piers Harris-anak untuk mengevaluasi 224 home-schooling anak-anak. Mereka studi menemukan bahwa 50 persen dari anak-anak mence
Peneliti lain dibandingkan sekolah swasta sembilan-year-olds dengan homeschooling sembilan-year-olds dan tidak menemukan perbedaan signifikan dalam kelompok-kelompok di hampir semua daerah psiko-sosial. Namun, di bidang penyesuaian sosial, perbedaan yang signifikan ditemukan: "sekolah swasta mata pelajaran tampaknya lebih peduli dengan rekan-rekan dari kelompok rumah berpendidikan." 4 Hal ini tentunya merupakan keuntungan bagi home-schooling anak-anak yang dapat menghindari negatif pengaruh teman sebaya.
Pada tahun 2004, Dr Susan McDowell menulis "Tapi Apa Tentang Sosialisasi? Menjawab Pertanyaan Depan Sekolah Abadi: Sebuah Tinjauan Literatur yang "berikut tantangan untuk mendokumentasikan gagasan umum bahwa homeschooler tidak disosialisasikan dibandingkan dengan para siswa di sekolah umum. McDowell, yang PhD dari Vanderbilt University adalah dalam kepemimpinan pendidikan, klaim: "Ini adalah hari non-isu. Semua penelitian menunjukkan anak-anak lakukan dengan baik "5.
Dr Linda Montgomery belajar siswa homeschooling antara usia sepuluh dan dua puluh satu dan menyimpulkan bahwa rumah-schooling anak-anak tidak terisolasi dari kegiatan sosial dengan pemuda lain. Dia juga menyimpulkan bahwa homeschooling dapat memupuk kepemimpinan setidaknya serta sekolah-sekolah konvensional do.6
Thomas Smedley mempersiapkan tesis master untuk Radford Universitas Virginia pada "Sosialisasi Anak Homeschool." Smedley menggunakan Vineland Perilaku Adaptif Timbangan untuk mengevaluasi kematangan sosial dua puluh home schooling anak-anak dan tiga belas anak demografi dipasangkan dengan sekolah umum. Keterampilan komunikasi, sosialisasi, dan keterampilan hidup sehari-hari dievaluasi. Nilai ini digabungkan ke dalam "Perilaku Komposit angkat" yang mencerminkan kematangan umum setiap subyek.
Smedley memiliki informasi ini diolah dengan menggunakan program statistik untuk ilmu sosial dan hasil menunjukkan bahwa rumah-schooling anak-anak lebih baik disosialisasikan dan lebih dewasa daripada anak-anak di sekolah umum. Rumah-schooling anak-anak mencetak gol di persentil 84 sementara sampel cocok anak-anak sekolah umum hanya mencetak di persentil 27.
Smedley lebih lanjut menemukan bahwa:
Dalam sistem sekolah umum, anak-anak disosialisasikan horizontal, dan untuk sementara, menjadi sesuai dengan rekan-rekan dekat mereka. Rumah pendidik berusaha untuk mensosialisasikan anak-anak mereka secara vertikal, terhadap tanggung jawab, pelayanan, dan dewasa, dengan mata pada eternity.7
Dalam studi lain tahun 1992, Dr Larry Shyers perilaku dibandingkan dan nilai tes perkembangan sosial dua kelompok anak-anak usia 78-10. Satu kelompok sedang dididik di rumah sementara kelompok lain bersekolah di sekolah umum dan swasta. Ia menemukan bahwa rumah-schooling anak-anak tidak ketinggalan anak-anak menghadiri sekolah umum atau swasta dalam pembangunan sosial.
Dr Shyers lebih lanjut menemukan bahwa rumah-schooling anak memiliki masalah perilaku lebih sedikit konsisten. Studi ini menunjukkan bahwa rumah-schooling anak-anak berperilaku lebih baik karena mereka cenderung meniru orangtua mereka sementara konvensional-schooling anak-anak sendiri setelah model yang rekan-rekan mereka. Shyers menyatakan, "Hasil tampaknya menunjukkan bahwa pembangunan sosial anak lebih tergantung pada kontak dengan orang dewasa dan kurang pada kontak dengan anak lain seperti yang diduga
Dr Brian Ray terakhir hasil dari empat penelitian lain pada sosialisasi homeschooler dan menemukan:
Rakestraw, Reynolds, Schemmer, dan Wartes masing-masing mempelajari aspek kegiatan sosial dan karakteristik emosional rumah-schooling anak-anak. Mereka menemukan bahwa anak-anak secara aktif terlibat dalam banyak kegiatan di luar rumah dengan teman sebaya, yang berbeda usia anak-anak, dan orang dewasa. Data dari penelitian mereka menunjukkan bahwa homeschooler yang tidak terisolasi secara sosial, mereka juga tidak emosional maladjusted.9
J. Gary Knowles, Universitas Asisten Profesor Michigan Pendidikan, merilis sebuah penelitian yang dilakukan di University of Michigan yang menemukan bahwa mengajar anak di rumah tidak akan membuat mereka menyesuaikan diri sosial. Knowles disurvei 53 orang dewasa yang diajarkan di rumah karena ideologi atau isolasi geografis. Dia menemukan bahwa dua pertiga menikah, yang adalah norma untuk orang dewasa usia mereka. Tidak ada yang menganggur atau kesejahteraan. Ia menemukan lebih dari tiga perempat merasa ba
Seperti disebutkan sebelumnya, manfaat terbesar dari sosialisasi homeschool adalah bahwa anak dapat dilindungi dari sosialisasi negatif dari sekolah publik yang terkait dengan tekanan teman sebaya, seperti sikap memberontak, ketidakdewasaan, amoralitas, obat-obatan, dan perilaku kekerasan.
Diadaptasi dari The Pilihan Tepat: Sekolah Home oleh Christopher J. Klicka.
Catatan kaki
1. "Sosialisasi Praktek Pendidik Sekolah Rumah Kristen di Negara Bagian Virginia," muncul sebuah studi dari sepuluh rumah keluarga sekolah di Virginia, yang dilakukan oleh Dr Kathie Carwile, di Sekolah Peneliti Utama, Vol. 7, No 1, Desember 1991.
2. R. Meighan, "Kesadaran Politik dan Home Pendidikan Berbasis Review Pendidikan 36 (1984) :165-73.
3. Dr John Wesley Taylor, Self-Concept pada Anak Sekolah Rumah (Ann Arbor, Mich: Universitas mikrofilm Internasional), Order No DA8624219. Penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari disertasi di Andrews University. Hasil pengujian dari 224 home-schooling siswa dibandingkan dengan hasil pengujian 1.183 anak konvensional schooling.
4. Dr Mona Delahooke, "Rumah Anak-anak terdidik yang Penyesuaian Sosial / Emosional dan Prestasi Akademik: Sebuah Studi Komprehensif," disertasi doktor tidak dipublikasikan, California Sekolah Psikologi Profesional, Los Angeles, 1986, 85.
5 Dr Susan McDowell, "Tapi Apa Tentang Sosialisasi? Menjawab Pertanyaan Depan Sekolah Abadi: Review dari Sastra, "seperti dikutip dalam" Para peneliti Katakanlah Sosialisasi Tak Lagi Masalah "dari The Christian Post
6. Dr Linda Montgomery, "Pengaruh Sekolah Rumah tentang Keterampilan Kepemimpinan Mahasiswa Rumah dididik," Home Peneliti Sekolah (5) 1, 1989.
7. Thomas C. Smedley, MS, "Sosialisasi Anak dididik Depan: Sebuah Pendekatan Komunikasi," diajukan tesis dan disetujui untuk Master of Science dalam Corporate Communication dan Profesional, Radford University, Radford, Virginia, Mei 1992. (Unpublished.)
8. Dr Larry Shyers, "Perbandingan Antara Penyesuaian Sosial Rumah dan Siswa tradisional disekolahkan," disertasi doktor tidak dipublikasikan di University College Florida Pendidikan, 1992. Dr Shyers adalah seorang psikoterapis yang merupakan Ketua Dewan Florida Konseling Kesehatan Kerja, Pernikahan dan Keluarga Terapi, dan Mental Sosial Klinis.
9. Dr Brian Ray, "Review Penelitian Pendidikan Home," The Home Pengajaran, Agustus / September 1989, 49. Lihat Rakestraw, "Sebuah Analisis Sekolah Dasar Home untuk Anak Usia Sekolah di Alabama," disertasi doktor, University of Alabama, Tuscaloosa, AL, 1987; Reynolds, "Bagaimana Depan Keluarga Sekolah Mengoperasikan pada Dasar Sehari-Hari: Tiga Studi Kasus, "disertasi doktor tidak dipublikasikan, Universitas Brigham Young, Provo, UT, 1985; dan
Sabtu, 06 Agustus 2011
Generasi Autis
Generasi Autis
Epidemi autisme ini seolah-olah telah direncanakan dan akan berkembang lebih luas.
Jum'at, 22 Juli 2011, 16:32 WIB
Bonardo Maulana Wahono
http://analisis.vivanews.com/news/read/235123-generasi-autis
VIVAnews - Pada suatu masa yang tak begitu jauh, autisme dianggap sebagai kelainan langka. Dari dua ribu hingga lima ribu anak, hanya satu kasus terendus.
Lantas, segalanya berubah ketika DSM IV (panduan tentang diagnosa kejiwaan global) terbit pada tahun 1994. Sejak itu, angka kejadian meningkat. Satu dari 100 anak dipastikan mengidap autisme.
Penelitian di Korea Selatan baru-baru saja menemukan bahwa rasio terhadap anak yang menderita autisme melonjak menjadi 1 berbanding 38. Apa sesungguhnya penyebab peningkatan ini, dan ke mana ia akan membawa kita?
Reaksi alami terhadap suatu wabah adalah munculnya perasaan panik. Para orang tua cemas ketika tahu bahwa anak-anak mereka telat berbicara atau sulit bergaul, hal-hal yang dianggap sebagai gejala autisme. Para orang tua yang tak dikaruniai anak memutuskan takkan melakukan adopsi. Para orang tua yang memiliki anak autis merasa tertekan dan putus harapan.
Seorang ahli terapi asal Inggris, Andrew Wakefield, pernah mengemukakan teori tentang vaksin, yang dianut dengan sungguh-sungguh oleh banyak orang tua. Akibatnya, banyak dari mereka yang menunda vaksinasi bagi anak-anak mereka: sebuah hal yang justru mengancam kondisi kesehatan buah hatinya karena mereka dapat terserang penyakit lain yang lebih serius.
Gejala yang biasa dialami setelah vaksinasi dianggap mirip dengan awal gejala autisme. Karena itu, vaksinasi dianggap sebagai penyebab yang masuk akal. Meski penelitian itu kini tak lagi dipercaya, tetap saja ketakutan akan autisme begitu membuncah dan menimbulkan reaksi irasional. Di lingkungan tertentu, Wakefield tetap dirujuk sebagai nabi palsu.
Faktor-faktor lain ada di balik pesatnya kemunculan bermacam diagnosa. Sebelum DSM IV disiarkan, autisme digolongkan sebagai kelainan yang tak memiliki batasan memadai. Gejala dimulai sebelum penderita memasuki usia tiga tahun dan mengalami berbagai gangguan akan kemampuan berbahasa dengan baik, ketakmampuan bersosialisasi, dan keasyikan atas perilaku-perilaku lain yang jamak ditemui pada penderita autisme.
Ketika menyiapkan DSM IV, kami memutuskan memasukkan kategori baru yang disebut Gangguan Asperger. Penambahan ini penting karena ada penderita yang tak mengalami kesulitan berkomunikasi namun kepayahan dalam bersosialisasi.
Kami sadar bahwa Gangguan Asperger dapat melambungkan angka kelainan menjadi tiga kali lipat (1 berbanding 500-1000). Namun, penyebab dari rasio 1 berbanding 38 tetap tak terpecahkan.
Penjelasan selanjutnya yang paling mungkin adalah ledakan kasus terjadi karena kasus sebelumnya belum lagi terpecahkan. Bisa saja itu menjadi salah satu faktor, meski kecil.
Kemungkinan lain adalah ada semacam racun lingkungan yang menyebabkan autisme menjadi sebuah epidemi. Teori itu diterima secara luas. Namun. lagi-lagi, ia hanya faktor kecil. Tak ada catatan tentang perubahan lingkungan yang begitu mendadak sejak tahun 1994 yang mendorong peningkatan kasus.
Kiranya, penyebab paling potensial dari epidemi itu adalah popularitasnya. Awalnya ia begitu asing. Kini, autisme digunakan secara longgar untuk menggambarkan keadaan semua orang yang tak memenuhi segala kriteria yang ditetapkan dalam DSM IV.
Hari-hari ini, autisme telah meluas dan menyentuh masalah-masalah kecil lain yang sebelumnya tak terlacak. Autisme tak lagi dipandang sebagai kondisi yang bikin goyah. Telah banyak manusia-manusia kreatif dan eksentrik yang menemukan sisi diri mereka yang autis.
Perubahan dramatis atas definisi itu merupakan akibat dari begitu gencarnya publisitas, kampanye melalui Internet serta maraknya kelompok pendampingan, dan adanya kenyataan bahwa terdapat sekolah mahal tertentu yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang terdiagnosa mengalami autisme. Penelitian di Korea itu, contohnya, dibiayai oleh kelompok pendampingan bagi para penderita autisme.
Studi di Korea itu tak acuh atas kemungkinan munculnya purbasangka yang menghantui semua penelitian serupa. Sering terjadi kasus ketika suatu kelainan terlalu dibesar-besarkan padahal kelainan itu dalam lingkup kecil dan tak memiliki pengaruh klinis.
Mungkin, hanya tiga persen dari jumlah penduduk yang mengalami kasus autisme. Namun, lebih banyak lagi penduduk yang memiliki gejala-gejala yang menggelisahkan yang bisa digolongkan sebagai autisme. Laporan itu tentu saja bukan cerminan langsung jumlah penderita autisme.
Tabiat manusia, penyakit saraf, dan kelainan jiwa mengalami perubahan secara perlahan. Racun lingkungan tak mungkin begitu saja muncul dan meningkatkan presentasi autisme menjadi 100 kali lebih tinggi dari 20 tahun lalu.
Skenario yang paling mungkin adalah DSM IV telah memungkinkan ledakan autisme dengan memperkenalkan gejala yang lebih ringan dari sebelumnya. Itu membuat batasan-batasan tentang autisme menjadi kian kabur. Internet mempercepat penyebaran wabah itu. Insentif keuangan meningkat. Penafsiran hitam-putih atas laporan epidemiologis muncul di mana-mana.
Epidemi autisme ini seolah-olah telah direncanakan dan akan berkembang lebih luas pada bulan Mei, 2013. Pada tanggal yang ditentukan, revisi panduan diagnosa berikutnya (DSM 5) akan terbit. Definisi tentang autisme yang terdapat pada DSM 5 akan lebih jauh melebar, menjangkau orang-orang yang kini dianggap normal atau memiliki kelainan lain.
Nantinya, gejala kelainan masih akan sama. Namanya saja berbeda.
--
Allen Frances MD adalah anggota Satuan Tugas DSM IV
Artikel diterjemahkan dari laman www.project-syndicate.org
• VIVAnews
Epidemi autisme ini seolah-olah telah direncanakan dan akan berkembang lebih luas.
Jum'at, 22 Juli 2011, 16:32 WIB
Bonardo Maulana Wahono
http://analisis.vivanews.com/news/read/235123-generasi-autis
VIVAnews - Pada suatu masa yang tak begitu jauh, autisme dianggap sebagai kelainan langka. Dari dua ribu hingga lima ribu anak, hanya satu kasus terendus.
Lantas, segalanya berubah ketika DSM IV (panduan tentang diagnosa kejiwaan global) terbit pada tahun 1994. Sejak itu, angka kejadian meningkat. Satu dari 100 anak dipastikan mengidap autisme.
Penelitian di Korea Selatan baru-baru saja menemukan bahwa rasio terhadap anak yang menderita autisme melonjak menjadi 1 berbanding 38. Apa sesungguhnya penyebab peningkatan ini, dan ke mana ia akan membawa kita?
Reaksi alami terhadap suatu wabah adalah munculnya perasaan panik. Para orang tua cemas ketika tahu bahwa anak-anak mereka telat berbicara atau sulit bergaul, hal-hal yang dianggap sebagai gejala autisme. Para orang tua yang tak dikaruniai anak memutuskan takkan melakukan adopsi. Para orang tua yang memiliki anak autis merasa tertekan dan putus harapan.
Seorang ahli terapi asal Inggris, Andrew Wakefield, pernah mengemukakan teori tentang vaksin, yang dianut dengan sungguh-sungguh oleh banyak orang tua. Akibatnya, banyak dari mereka yang menunda vaksinasi bagi anak-anak mereka: sebuah hal yang justru mengancam kondisi kesehatan buah hatinya karena mereka dapat terserang penyakit lain yang lebih serius.
Gejala yang biasa dialami setelah vaksinasi dianggap mirip dengan awal gejala autisme. Karena itu, vaksinasi dianggap sebagai penyebab yang masuk akal. Meski penelitian itu kini tak lagi dipercaya, tetap saja ketakutan akan autisme begitu membuncah dan menimbulkan reaksi irasional. Di lingkungan tertentu, Wakefield tetap dirujuk sebagai nabi palsu.
Faktor-faktor lain ada di balik pesatnya kemunculan bermacam diagnosa. Sebelum DSM IV disiarkan, autisme digolongkan sebagai kelainan yang tak memiliki batasan memadai. Gejala dimulai sebelum penderita memasuki usia tiga tahun dan mengalami berbagai gangguan akan kemampuan berbahasa dengan baik, ketakmampuan bersosialisasi, dan keasyikan atas perilaku-perilaku lain yang jamak ditemui pada penderita autisme.
Ketika menyiapkan DSM IV, kami memutuskan memasukkan kategori baru yang disebut Gangguan Asperger. Penambahan ini penting karena ada penderita yang tak mengalami kesulitan berkomunikasi namun kepayahan dalam bersosialisasi.
Kami sadar bahwa Gangguan Asperger dapat melambungkan angka kelainan menjadi tiga kali lipat (1 berbanding 500-1000). Namun, penyebab dari rasio 1 berbanding 38 tetap tak terpecahkan.
Penjelasan selanjutnya yang paling mungkin adalah ledakan kasus terjadi karena kasus sebelumnya belum lagi terpecahkan. Bisa saja itu menjadi salah satu faktor, meski kecil.
Kemungkinan lain adalah ada semacam racun lingkungan yang menyebabkan autisme menjadi sebuah epidemi. Teori itu diterima secara luas. Namun. lagi-lagi, ia hanya faktor kecil. Tak ada catatan tentang perubahan lingkungan yang begitu mendadak sejak tahun 1994 yang mendorong peningkatan kasus.
Kiranya, penyebab paling potensial dari epidemi itu adalah popularitasnya. Awalnya ia begitu asing. Kini, autisme digunakan secara longgar untuk menggambarkan keadaan semua orang yang tak memenuhi segala kriteria yang ditetapkan dalam DSM IV.
Hari-hari ini, autisme telah meluas dan menyentuh masalah-masalah kecil lain yang sebelumnya tak terlacak. Autisme tak lagi dipandang sebagai kondisi yang bikin goyah. Telah banyak manusia-manusia kreatif dan eksentrik yang menemukan sisi diri mereka yang autis.
Perubahan dramatis atas definisi itu merupakan akibat dari begitu gencarnya publisitas, kampanye melalui Internet serta maraknya kelompok pendampingan, dan adanya kenyataan bahwa terdapat sekolah mahal tertentu yang hanya diperuntukkan bagi mereka yang terdiagnosa mengalami autisme. Penelitian di Korea itu, contohnya, dibiayai oleh kelompok pendampingan bagi para penderita autisme.
Studi di Korea itu tak acuh atas kemungkinan munculnya purbasangka yang menghantui semua penelitian serupa. Sering terjadi kasus ketika suatu kelainan terlalu dibesar-besarkan padahal kelainan itu dalam lingkup kecil dan tak memiliki pengaruh klinis.
Mungkin, hanya tiga persen dari jumlah penduduk yang mengalami kasus autisme. Namun, lebih banyak lagi penduduk yang memiliki gejala-gejala yang menggelisahkan yang bisa digolongkan sebagai autisme. Laporan itu tentu saja bukan cerminan langsung jumlah penderita autisme.
Tabiat manusia, penyakit saraf, dan kelainan jiwa mengalami perubahan secara perlahan. Racun lingkungan tak mungkin begitu saja muncul dan meningkatkan presentasi autisme menjadi 100 kali lebih tinggi dari 20 tahun lalu.
Skenario yang paling mungkin adalah DSM IV telah memungkinkan ledakan autisme dengan memperkenalkan gejala yang lebih ringan dari sebelumnya. Itu membuat batasan-batasan tentang autisme menjadi kian kabur. Internet mempercepat penyebaran wabah itu. Insentif keuangan meningkat. Penafsiran hitam-putih atas laporan epidemiologis muncul di mana-mana.
Epidemi autisme ini seolah-olah telah direncanakan dan akan berkembang lebih luas pada bulan Mei, 2013. Pada tanggal yang ditentukan, revisi panduan diagnosa berikutnya (DSM 5) akan terbit. Definisi tentang autisme yang terdapat pada DSM 5 akan lebih jauh melebar, menjangkau orang-orang yang kini dianggap normal atau memiliki kelainan lain.
Nantinya, gejala kelainan masih akan sama. Namanya saja berbeda.
--
Allen Frances MD adalah anggota Satuan Tugas DSM IV
Artikel diterjemahkan dari laman www.project-syndicate.org
• VIVAnews
Langganan:
Postingan (Atom)